Murobahah

 

MURABAHAH

 

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah:

FIQIH MUAMALAH II

 

Dosen Pengampu: H. Abbas Arfan, Lc., M.Hi.

 

 

 
   

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Disusun Oleh :

 

ABDUL ROUF     (11220080)

 

 

JURUSAN HUKUM BISNIS SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH

UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

2012

BAB I

PENDAHULUAN

 

  1. Latar Belakang

Salah satu sistem akad jual beli yang cukup banyak ditemukan pada bank-bank Syariah adalah murabahah. Banyak kaum muslimin yang terlena dengan embel-embel Syariah atau nama-nama berbahasa Arab pada produk-produknya. Sehingga jarang di antara mereka yang memerhatikan atau mempertanyakan dengan seksama sistem transaksi yang terjadi.

Sepintas memang ada kemiripan antara pembiayaan Murabahah di Bank Syariah dan kredit pembelian barang di Bank Konvensional. Umumnya mereka mengatakan operasional bank syariah tidak berbeda dengan bank konvensional. Hanya saja jika di Bank Konvensional menerapkan sistim bunga, maka di bank syariah dirubah dengan istilah margin

Maka menerangkan masalah seperti ini dipandang lebih wajib daripada sistem-sistem riba yang berlaku di bank-bank konvensional, sebab amat sedikit kaum muslimin yang mengetahuinya.

Istilah tersebut di atas sesungguhnya telah ada dan diulas oleh para ahli fiqih sejak dahulu. Namun kini istilah tersebut dipakai untuk sebuah hakekat permasalahan yang tidak sama dengan apa yang dahulu mereka ulas. Di kalangan ahli fiqih dikenal sebuah transaksi dengan istilah “jual beli amanah.” Disebut demikian karena seorang penjual wajib jujur dalam menyebutkan harga sebuah barang kepada seorang pembeli.

 

  1. Rumusan Masalah
    1. Apa pengertian dari Murabahah serta ladasan hukumnya?
    2. Apa saja jenis, rukun dan syarat Murabahah?
    3. Bagaimana aplikasi akad Murabahah di bank syariah?
    4. Apa saja contoh produk pembiayaan dengan akad Murabahah?

 

 

  1. Tujuan
    1. Menjelaskan pengertian Murabahah dan landasan hukumnya
    2. Menjelaskan jenis, rukun dan syarat Murabahah
    3. Menjelaskan aplikasi akad Murabahah di bank syariah
    4. Menerangkan contoh produk pembiayaan dengan akad Murabahah di bank syariah

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

  1. A.    Pengertian Murabahah

Kata al-Murabahah diambil dari bahasa Arab dari kata ar-ribhu (الرِبْحُ) yang berarti kelebihan dan tambahan (keuntungan). Sedangkan dalam definisi para ulama terdahulu adalah jual beli dengan modal ditambah keuntungan yang diketahui.

Murabahah adalah pembiayaan saling menguntungkan yang dilakukan oleh shahib mal dengan yang membutuhkan melalui transaksi jual beli dengan penjelasan bahwa harga pengadaan barang dan harga jual terdapat nilai lebih yang merupakan keuntungan atau laba bagi shahib al mal dan pengembaliannya dilakukan secara tunai atau angsur.[1]

Sedangkan dalam Fatwa DSN (dewan syariah nasional) dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan murabahah adalah menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba.

Murabahah merupakan salah satu bentuk jual beli amanah yang dikenal dalam syariat islam, karena penjual disyaratkan melakukan kontrak terlebih dahulu dengan menyatakan harga barang yang akan dibeli. Dalam wacana fiqh muamalah, beberapa ulama berpendapat mengenai Murabahah. Menurut imam Syafi’I murabahah itu,” jika seseorang menunjukkan komoditas kepada seseorang mengatakan, “kamu beli untukku, aku akan memberimu keuntungan begini begini”, kemudian orang itu membelinya, maka transaksi itu sah.”  Menurut Udovitch, murabahah adalah bentuk penjualan komisi, dimana pembeli yang biasanya tidak mampu memperoleh komoditas tersebut memerlukan perkecualiaan melalui seorang perantara, atau tidak ingin mengalami kesulitannya, karena ia mencari jasa perantara tersebut. 

Menurut perbankan Islam, murabahah merupakan pembiayaan perdagangan di dalam perbankan islam maksudnya adalah bank sebagai pedagang yaitu membeli barang yang dibutuhkan nasabah. Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan/piutang yang dapat dipersamakan dengan itu berupa:

1) transaksi investasi dalam akad Mudharabah dan/atau Musyarakah;

2) transaksi sewa dalam akad Ijarah atau sewa dengan opsi perpindahan hak milik dalam akad Ijarah Muntahiyah bit Tamlik;

3) transaksi jual beli dalam akad Murabahah,Salam, dan Istishna’:

4) transaksi pinjam meminjam dalam akad Qardh; dan

5) transaksi multijasa dengan menggunakan akad Ijarah atau Kafalah, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank  dengan nasabah pembiayaan yang mewajibkan nasabah pembiayaan untuk melunasi hutang/kewajibannya dan/atau menyelesaikan investasi mudharabah dan/ataumusyarakah dan hasil pengelolaannya sesuai akad.[2]

Dalam islam perdagangan dan perniagaan selalu dihubungkan dengan nilai-nilai moral, sehingga semua transaksi bisnis yang bertentangan dengan kebajikan tidaklah bersifat islami. Dalam alquran sudah dijelaskan dalam Surat An Nisa: 29:

$yg•ƒr’¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw (#þqè=à2ù’s? Nä3s9ºuqøBr& Mà6oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ HwÎ) br& šcqä3s? ¸ot»pgÏB `tã <Ú#ts? öNä3ZÏiB 4 Ÿwur (#þqè=çFø)s? öNä3|¡àÿRr& 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. öNä3Î/ $VJŠÏmu‘ ÇËÒÈ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”. (QS. An Nisa: 29)

Hadis-hadis Rasulullah yang dapat dijadikan rujukan dasar akad transaksi al-Murabahah adalah Hadis dari Suhaib ar-Rumi r.a bahwa Rasul saw bersabda :” Tiga hal yang didalamnya terdapat keberkahan , yaitu jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah) dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah bukan untuk dijual”. Ibnu Majjah “Dari Rafaah bin Rafie r.a bahwa Rasulullah saw. Pernah ditanya pekerjaan apakah yang paling mulia, Rasulullah saw. Menjawab : “pekerjaan seseorang dengan tangannya dan setiap jual beli yang mabrur”. (HR. Albazzar, Imam Hakim mengkategorikannya shahih). Dari Abu Said al-Hudriyyi bahwa Rasulullah saw. Bersabda : “Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan secara suka sama suka”. (HR. Al-Baihaqi, Ibnu Majah).

Menurut Ijma, umat islam telah berkosensus tentang keabsahan jual beli karena manusia sebagai anggota masyarakat selalu membutuhkan apa yang dihasilkan dan dimiliki orang lain. Oleh karena itu jual beli adalah salah satu jalan untuk mendapatkannya secara sah. Dengan demikian maka mudahlah bagi setiap individu untuk memenuhi kebutuhannya.

 

  1. B.     Jenis, Rukun dan Syarat Murabahah.

Murabahah dibedakan menjadi 2 yaitu:

  1. Murabahah Berdasarkan Pesanan (Murabahah to the purcase order)

Murabahah ini dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat. Mengikat bahwa apabila telah memesan barang harus dibeli sedangkan tidak mengikat bahwa walaupun telah memesan barang tetapi pembeli tersebut tidak terikat maka pembeli dapat menerima atau membatalkan barang tersebut .

  1. Murabahah Tanpa Pesanan

Murabahah ini termasuk jenis murabahah yang bersifat tidak mengikat. Murabahah ini dilakukan tidak melihat ada yang pesan atau tidak sehingga penyediaan barang dilakukan sendiri oleh penjual.

 

Murabahah mempunyai rukun dan syarat yang harus dipenuhi sehingga murabahah tersebut menjadi sah menurut syara’. Sebagaimana jual beli, di dalam murabahah terkait rukun dan syarat yang sama. Jumhur ulama menyatakan bahwa rukun jual beli yaitu:

  1. Ada orang yang berakad atau al-muta’aqidain (penjual dan pembeli)
    Orang yang berakad adalah penjual dan pembeli. Penjual dalam transaksi murabahah adalah bank. Bank melakukan pembiayaan  barang tersebut yang telah di minta oleh pembeli (nasabah) melalui pemasok barang. Tetapi bank bukan seorang pedagang barang melainkan sebagai fasilitator keuangan kepada pembeli. Sedangkan pembeli merupakan orang yang membeli barang dari penjual. Pembeli dalam transaksi murabahah adalah nasabah. Nasabah yang menginginkan barang tersebut kemudian meminta pembiayaan kepada bank.

Para ulama fiqh sepakat menyatakan bahwa orang yang melakukan akad harus memenuhi syarat. Adapun syarat-syarat tersebut adalah :

  1. Berakal, artinya orang tersebut sudah baligh. Menurut jumhur ulama apabila orang yang berakad itu masih mumayyiz, maka jual beli tidak sah.
  2. Orang yang melakukan akad adalah orang yang berbeda. Artinya, seseorang tidak dapat bertindak dalam waktu yang bersamaan sebagai penjual sekaligus pembeli. Misalnya Ahmad menjual sekaligus barangnya sendiri. Jual beli seperti ini dianggap tidak sah.
  3.  Ada shighat (lafal ijab dan qabul)

Para ulama fiqh sepakat menyatakan bahwa unsur utama dari transaksi jual beli adalah kerelaan kedua belah pihak. Kerelaan kedua belah pihak dapat dilihat dari ijab dan qabul yang dilangsungkan. Menurut mereka, ijab qabul berarti adanya kesepakatan dan perjanjian antara pihak yang terkait. Syarat sahnya adalah adanya keridhaan kedua pihak artinya masing-masing pihak tidak ada yang menzhalimi dan terzhalimi. Keberadaan barang yang bisa diserahterimakan, tidak menimpakan dharar kepada penjual, barang dan harganya diketahui dengan jelas sehingga menghalangi adanya perselisihan, dan akad itu kosong dari syarat yang fasid.

Dalam ijab qabul yang antara bank dan nasabah menetukan:

  1. Harga barang, yang terdiri dari harga beli bank, keuntungan (margin) yang diambil oleh bank dan harga jual dari bank.
  2. Cara pembayaran, apakah tunai ataukah dengan cicilan
  3. Jika dilakukan dengan cara cicilan, harus diperhitungkan jangka waktu pembayarannya.
  4. Apabila terjadi kegagalan pembayaran (event of default), haruslah ditetapkan mengenai:

–          Apakah yang menyebabkan kegagalan tersebut. Apabila karena force majeur, biasanya akan dilakukan penjadwalan ulang untuk melunasinya. Apabila karena kelalaian nasabah, bank berhak mengenakan penalty sebagai “hukuman yang mendidik” bagi nasabah yang bersangkutan.

–          Jika memang sudah macet sepenuhnya, harus ditentukan tata cara pengembalian modal yang sudah dikeluarkan oleh bank.[3]

  1. Ada barang yang dibeli

Barang yang dibeli mempunyai syarat seperti harta itu ada, bisa ditentukan nilainya, dimiliki zatnya, bisa diserahkan pada saat akad, dimiliki oleh penjual pada saat jual beli dan barang itu memiliki nilai serta tidak ada hak orang lain didalam barang itu.

 

  1. C.    Aplikasi Murabahah di Bank Syariah

Bagi nasabah, akad murabahah merupakan model pembiayaan alternative dalam pengadaan barang-barang kebutuhan. Melalui pembiayaan murabahah, nasabah akan mendapat kemudahan mengangsur pembayaran dengan jumlah yang sesuai kesepakatan dengan pihak bank. Selain itu pembeli juga akan memiliki barang kebutuhan dengan segera, meskipun pembayarannya dapat dilakukan secara tunai maupun tangguh. Pelunasan pembayaran tangguh selain dapat diangsur juga dapat secara keseluruhan. Jangka waktu pembayaran ditentukan berdasarkan kesepakatan. Pengertian angsuran adalah secara berkala yang ditetapkan dari harga poko dan margin (keuntungan) hingga jangka waktu tertentu.[4] Bagi bank syariah, pembiayaan murabahah merupakan akad penyaluran dan yang cepat serta mudah. Melalui murabahah, bank syariah akan medapat profit berupa margin dari selisih pembelian dan penjualan.[5]

Ketentuan umum murabahah dalam bank syariah[6]:

  1. Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.
  2. Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariah Islam.
  3. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya.
  4. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba.
  5. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang.
  6. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini Bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan.
  7. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepaki.
  8. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.
  9. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip menjadi milik bank.

Murabahah menekankan adanya pembelian komoditas berdasarkan permintaan nasabah, bukan hanya pinjaman semata sebagaimana dalam system kredit di perbankan konvensional. Dalam praktik pembiayaan murabahah, nasabah datang mengajukan pembiayaan atas sebuah komoditas dengan kriteria tertentu. Pada tahap ini terjadi negosiasi dan persyaratan yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak. Kemudian bank memesan barang kepada supplier sesuai dengan kriteria yang diinginkan nasabah. Setelah barang tersebut resmi menjadi milik bank, baru kemudian terjadi kontrak jual beli antara nasabah dan pihak bank. Barang dan dokumen dikirimkan kepada nasabah, kemudian nasabah melakukan pembayaran sesuai dengan kesepakatan. Dengan demikian, jika melihat praktik pembiayaan murabahah, tidak ditemukan adanya unsur bunga, tetapi hanya margin sebagai tambahan atas harga pokok pembelian sehingga tidak bertentangan dengan syariah.[7]

Berikut merupakan proses akad Murabahah dalam praktik perbankan secara rinci:

  1. Nasabah menetukan pilihan atas barang yang akan dibeli
  2. Setelah menetukan tujuan pembiayaan, nasabah kemudian mengajukan permohonan kepada bank untuk mendapatkan pembiayaan tersebut dengan melampirkan seluruh persyaratan yang diminta oleh bank.
  3. Bank menganalisis kemampuan nasabah dan menetukan skema pembiayaan mana yang akan digunkan dalam membiayai tujuan nasabah.
  4. Nasabah dapat bertindak selaku kuasa dari bank untuk melakukan pembelian langsung dari pemasok atau pemilik awal, setelah terlebih dahulu melakukan negosiasi mengenai harga barang, spesifikasi, cara, dan tempat pembayaran.
  5. Setelah negosiasi, calon nasabah akan mengajukan permohonan kepada bank untuk melakuka pengambilalihan aset dengan mengirimkan dokumen pemberitahuan pengikatan secara lengkap beserta surat permohonan nasabah.
  6. Bank melakukan pemeriksaan dokumen apakah sudah memenuhi persyaratan pendahuluan
  7. Apabila persyaratan pendahuluan sudah terpenuhi, bank akan memberikan surat persetujuan pengambilalihan asset atau offering letter.
  8. Penandatanganan akad murabahah
  9. Pencairan uang murabahah
  10. Pembayaran cicilan harga pembelian[8]

 

Jika digambarkan dalam skema, praktik pembiayaan murabahah bisa digambarkan seperti skema berikut:

          Skema Murabahah

 

 
   

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

(Gambar 1.1)

 

Bank syariah yang benar-benar menjalankan praktik murabahah ini sesuai dengan syariat Islam, pasti akan jauh dari yang namanya riba, akad ini justru akan memberikan kelebihan yang pastinya tidak akan merugikan nasabah. Kelebihan dengan skema Murabahah Bank Syariah di antaranya:

 

  1. Jangka waktu pembayaran tidak mempengaruhi total harga barang

Dengan jangka waktu pembayaran lama maupun cepat, total harga masih tetap. Tidak  ada penambahan pembayaran jika pembayarannya dengan jangka waktu yang lebih lama. Dalam proses negosiasi, bank syariah dilarang untuk memberikan opsi harga yang berbeda-beda untuk jangka waktu cicilan yang berbeda.[9]

  1. Apabila terjadi peristiwa force majeur yang mengkibatkan keterlambatan pembyaran, tidak ada tambahan bunga. Pengusaha hanya diwajibkan untuk menyelesaikan kewajibannya sesuai dengan harga yang tertera pada akad dan sudah diperjanjikan di awal. [10]

Jika bank meminta jaminan kepada nasabah, maka hal itu diperbolehkan. Jaminan dalam Murabahah dibolehkan agar nasabah serius dengan pesanannya Jaminan diperlukan untuk memperkecil risko-risiko yang merugikan bak dan untuk melihat kemampuan nasabah dalam menanggung pembayaran kembali atas hutang yang diterima dari bank.[11] Karena itu, bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang dapat dipegang. Dalam setiap akad murabahah yang diterapkan dalam praktik, biasanya memang ditetapkan suatu jaminan.

Pembiayaan Murabahah pada bank Syariah itu kalau dalam bank konvensional seperti pemberian kredit KPR. Namun keduanya mempunyai perbedaan.

 

 

Perbedaan antara murabahah dan kredit konvensional:

  1. Prinsip dasar yang dipakai murabahah adalah akad jual beli sedangkan prinsip dasar yang dipakai oleh kredit konvesional adalah pinjam meminjam.
  2. Dalam praktek pembiayaan murabahah, hubungan antara bank syariah dan nasabahnya adalah penjual dan pembeli, sedangkan pada praktek kredit konvensional, hubungan antara pihak bank konvensional dan nasabahnya adalah hubungan kreditur dan debitur.
  3. Dalam murabahah hanya menghendaki satu harga dan tidak tergantung dengan jangka waktu pembayaran, sedangkan kredit konvensional mengharuskan adanya perbedaan pembayaran sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan. Semakin lama waktu pembayaran semakin besar jumlah tanggungan yang harus dibayar.
  4. Keuntungan dalam praktek murabahah berbentuk margin penjualan yang didalamnya sudah termasuk harga jual. Sedangkan keuntungan pada kredit konvensional didasarkan pada tingkat suku bunga. Nasabah yang mendapatkan kredit dari bank konvensional dibebani kewajiban membayar cicilan beserta bunga pinjaman sekaligus.[12]

Namun masih terdapat beberapa kejanggalan dalam praktek murabahah di bank syariah. Pada prakteknya sekarang ini, yang dilakukan oleh sebagian industri keuangan syariah dengan menggunakan murabahah sebagai produk yang ditawarkan, ada yang masih belum sesuai dengan konsep dasar awal dari muarabahah. Hal tersebut bisa jadi karena faktor SDM yang masih belum memahami benar bentuk teori dan konsep dari murabahah. Sehingga, praktek di lapangan mengindikasikan kemiripan antara praktek murabahah dengan praktek kredit investasi.

Kelemahan praktek murabahah yang lain pada saat ini adalah belum berjalannya belum berjalannya daya tawar menawar yang dimiliki oleh para nasabah. Sehingga posisi nasabah seringkali “agak terpaksa” untuk menerima harga yang ditawarkan oleh pihak bank syariah. Padahal, dalam praktek murabahah harga yang ada adalah satu harga yang telah disepakati oleh pihak bank dan nasabah itu sendiri.

 

  1. D.    Contoh Produk Murabahah di Bank BTN Syariah

 

  1. KPR BTN Platinum iB

Yaitu produk pembiayaan guna pembelian rumah, ruko, rukan, rusun/apartemen bagi nasabah perorangan dengan menggunakan akad murabahah (jual beli).

  1. Pembiayaan Bangun Rumah BTN iB adalah produk pembiayaan kepada nasabah perorangan guna membangun dan atau merenovasi rumah, ruko sebagai tempat tinggal, di atas tanah milik pemohon dengan menggunakan prinsip akad murabahah (jual beli).
  2. Pembiayaan Kendaraan Bermotor BTN

Fasilitas Pembiayaan dalam rangka pembelian kendaraan bermotor (mobil dan sepeda motor) bagi nasabah perorangan berdasarkan prinsip akad Murabahah (jual beli).

Produk ini memberi keuntungan bagi nasabah di antaranya:

  1. Angsuran tetap sampai lunas.
  2. Jangka waktu maksimal 5 tahun.
  3. Maksimal pembiayaan bank sampai 90 % dari harga jual kendaraan.
  4. Proses cepat.
  5. Margin bersaing.
  6. Persyaratan mudah

 

  1. Multi Manfaat BTN iB

Yaitu pembiayaan konsumtif perorangan yang ditujukan khusus bagi para pegawai dan para pensiunan yang manfaat pensiunnya dibayarkan melalui jasa Payroll BTN Batara. Jangka waktu pembiayaan maksimal adalah 39 bulan. Produk ini digunakan untuk keperluan pembelian berbagai jenis barang halal yang dibutuhkan oleh nasabah sepanjang tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku menggunakan akad murabahah, seperti:

  1. Barag elektronik .
  2. Furniture dan perlengkapan rumah tangga .
  3. Barang halal lainnya

 

 

  1. E.     Hasil Observasi

Dari hasil analisa lapangan yang dilaksanakan di BTN Syariah, yang bertempat di Jl. Bandung No.40 Malang. Produk yang menggunakan akad murabahah di Bank tersebut hampir sama dengan apa yang di jelaskan diatas, namun hanya perbedaan pada nama. Produk dalam BTN Syariah yang menggunakan akad murabahah hanya ada tiga, yaitu meliputi :

 

  1. Multi Manfaat

 Yaitu pembiayaan konsumtif perorangan yang ditujukan khusus bagi para pegawai dan para pensiunan yang manfaat pensiunnya dibayarkan melalui jasa Payroll BTN Batara. Jangka waktu pembiayaan maksimal adalah 39 bulan. Produk ini digunakan untuk keperluan pembelian berbagai jenis barang halal yang dibutuhkan oleh nasabah sepanjang tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku menggunakan akad murabahah.

Namun dalam prakteknya di Bank BTN Syariah yang bertempat di Jl. Bandung No.40 Malang ini tidak hanya khusus untuk para pegawai atau pensiunan saja tapi untuk seluruh nasabah. jadi seluruh Nasabah bisa menggunakan jasa ini untuk membeli barang-barang yang dibutuhkan. Selain itu dengan akad ini juga bisa digunakan untuk pembiayaan renovasi rumah atau ruko yang akan mereka tempati.

 

 

  1. Multiguna

Pembiayaan multiguna di Bank BTN Syariah ini tidak hanya menyangkut kendaraan bermotor saja, tetapi juga bisa digunakan untuk pembelian barang-barang elektronik.

Dalam praktik nya, Bank sebagai toko dan Deller atau toko elektronik sebagai distributor kemudian menjual ke nasabah.

  1. KPRS/KPR IB

Yaitu produk pembiayaan guna pembelian rumah, ruko, rukan, rusun/apartemen bagi nasabah perorangan dengan menggunakan akad murabahah (jual beli). Namun dalam Hal ini sertifikat rumah ditahan oleh bank sebagai jaminan sampai nasabah dapat melunasinya. Dalam KPRS ini sistem yang dipakai dalam Bank adalah pembiayaan untuki pembelian rumah 80% (jika rumah itu baru) dan 70% jika rumah bekas.

 

 

BAB III

PENUTUP

 

  1. Kesimpulan
    1. Murabahah adalah pembiayaan saling menguntungkan yang dilakukan oleh shahib mal dengan yang membutuhkan melalui transaksi jual beli dengan penjelasan bahwa harga pengadaan barang dan harga jual terdapat nilai lebih yang merupakan keuntungan atau laba bagi shahib al mal dan pengembaliannya dilakukan secara tunai atau angsur.
    2. Rukun Murabahah seperti akad jual beli biasa, yaitu: dua orang yang berakad, barang yang dibeli, dan ijab qobul (shighat).
    3. Aplikasi akad Murabahah memberi keuntungan kepada bank maupun nasabah tanpa adanya unsur riba.

 

  1. Saran

Untuk menghindari adanya unsur riba maka hendaknya menggunakan akad murabahah dalam perbankan syariah secara benar sesuai dengan syariat Islam. Murabahah yang dilakukan secara benar, maka pastinya akan terhindar dari unsur riba.

 

  1. Lampiran
    1. Surat izin observasi

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

  • Arfan, Abbas. 2012. Kaidah-Kaidah Fiqh Muamalah dan Aplikasinya dalam Ekonomi Islam Dan Perbankan Syariah. Malang: UIN Press Malang
  • Purnamasari, Irma Devita dan Suswinarno. 2011 Panduan Lengkap Hukum Praktisi Populer: Kiat-kiat Cerdas, Mudah, dan Bijak Memahami Masalah Akad Syariah. Bandung: Kaifa
  • Burhanuddin. 2009. Hukum Kontrak Syariah. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta
  • Naja, Daeng. 2011. Akad Bank Syariah. Jakarta: PT Buku Seru
  • Usman, Rachmadi. 2009. Produk dan Akad Perbankan Syariah di Indonesia: Implementasi Ayat dan Hukum. Bandung: PT Citra Aditya Bakti
  • Muhammad. 2009. Model-Model Akad Pembiayaan di Bank Syariah. Yogyakarta: UII Press

                                                             

 


[1]Abbas Arfan, kaidah-kaidah fiqh muamalah dan aplikasinya dalam ekonomi islam dan perbankan syariah, malang, 2012. 110-111.

[2] Kodifikasi produk perbankan syariah, 29-30

[3] Irma Devita Purnamasari, S.H., M.Kn. dan Suswinarno, Ak. M.M., Panduan Lengkap Hukum Praktisi Populer: Kiat-kiat Cerdas, Mudah, dan Bijak Memahami Masalah Akad Syariah, (Bandung: Kaifa, 2011),  51-52.

[4]Burhanuddin S., Hukum Kontrak Syariah, (Yogyakarta: BPFE Yogyakarta, 2009), 86.

[5] H.R. Daeng Naja, Akad Bank Syariah, ( Jakarta: PT Buku Seru, 2011), 43-44.

[7] Rachmadi Usman, S.H., M.H., Produk dan Akad Perbankan Syariah di Indonesia: Implementasi Ayat dan Hukum, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2009), 178.

[8] Irma Devita Purnamasari, S.H., M.Kn. dan Suswinarno, Ak. M.M.., 48-50.

[9] Irma Devita Purnamasari, S.H., M.Kn. dan Suswinarno, Ak. M.M., 41

[10] Irma Devita Purnamasari, S.H., M.Kn. dan Suswinarno, Ak. M.M., 42

[11] Dr. Muhammad, M.Ag., Model-Model Akad Pembiayaan di Bank Syariah, (Yogyakarta: UII Press, 2009), 60.