Hukum Pidana

HUKUM PIDANA

  1. A.    Pengertian Hukum Pidana

Ketertiban dan keamanan dalam masyarakat akan terpelihara bilamana tiap-tiap anggota masyarakat mentaati peraturan-peraturan (norma-norma) yang ada dalam masyarakat itu. peraturan-peraturan ini dikeluarkan oleh suatu badan yang berkuasa dalam masyarakat itu yang disebut pemerintah.

Namun walaupun peraturan-peraturan itu sudah dikeluarkan, masih banyak oranga yang melangarnya, misalnya peraturan tentantang pencurian yaitu mengambil barang orang lain dan bertentangan dengan hukum (KUHP Pasal 362).

Hukum pidana itu adalah hukum yang mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan mana diancar dengan hukuman yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan.[1]

Menurut van hammel Hukum Pidana adalah “semua dasar-dasar dan aturan-aturan yang dianut oleh suatu Negara dalam menyelanggarakan ketertiban hukum yaitu dengan melarang apa yang bertentangan dengan hukum dan mengenakan suatu nestapa kepada yang melanggar peraturan tersebut”.[2]

  1. B.     Sejarah hukum Pidana di Indonesia

Hukum Pidana yang berlaku sekarang ini adalah hukum yang tertulis dan telah dikodifikasikan. Peraturan-peraturan hukum ini telah disebar dimana-mana sebab tiap-tiap badan legislatif dan orang-orang yang telah diserahi tugas untuk menjalankan undang-undang (Presiden, Mentri, kepala daerah, Komandan, Tentara dan Sebagainya) berhak membuat peraturan pidana, yaitu peraturan-peraturan yang mengandung ancaman-ancaman hukuman bagi yang melanggar. Tentu saja peraturan-peraturan pidana itu dibuat oleh Badan legislatif dan Badan Eksekutif yang lebih rendah kedudukannnya.

Di Indonesia pemberlakuan hukum pidana melalui beberapa masa , yaitu sebagai berikut :

  1. 1.      Masa Sebelum Kedatangan Penjajah

Sebelum kedatangan bangsa Belanda yang dimulai oleh Vasco da Gamma pada tahun 1596, orang Indonesia telah mengenal danmemberlakukan hukum pidana adat. Hukum pidana adat yang mayoritas tidak tertulis ini bersifat lokal, dalam arti hanya diberlakukan diwilayah adat tertentu. Hukum adat tidak mengenal adanya pemisahan yang tajam antara hukum pidana dengan hukum perdata (privaat). Pemisahan yang tegas antara hukum perdata yang bersifat privat dan hukum pidana yang bersifat publik bersumber dari sistem Eropa yang kemudian berkembang di Indonesia.  Dalam ketentuannya, persoalan dalam kehidupan sehari-harimasyarakat adat ditentukan oleh aturan-aturan yang diwariskan secarat urun-temurun dan bercampur menjadi satu.

Di samping hukum pidana adat mengalami persentuhan dengan agama yang dipeluk oleh mayoritas penduduk, karakteristik lainnya adalah bahwa pada umumnya hukum pidana adat tidak berwujud dalam sebuah peraturan yang tertulis. Aturan-aturan mengenai hukum pidana ini dijaga secara turun-temurun melalui cerita, perbincangan, dan kadang-kadang pelaksanaan hukum pidana di wilayah yang bersangkutan. Namun, dibeberapa wilayah adat di Nusantara, hukum adat yang terjaga ini telah diwujudkan dalam bentuk tulisan, sehingga dapat dibaca oleh khalayakumum. Sebagai contoh dikenal adanya Kitab Kuntara Raja Niti yangberisihukum adat Lampung, Simbur Tjahaja yang berisi hukum pidana adatSumatera Selatan, dan Kitab Adigama yang berisi hukum pidana adat Bali.

  1. 2.      Masa Sesudah Kedatangan Penjajahan Belanda
    1. a.      Masa Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) Tahun1602-1799.

Masa pemberlakuan hukum pidana Barat dimulai setelah bangsa Belanda datang ke wilayah Nusantara, yaitu ditandai dengan diberlakukannya beberapa peraturan pidana oleh VOC (VereenigdeOostIndische Compagnie). Dalam usahanya untuk memperbesar keuntungan, VOC memaksakan aturan-aturan yang dibawanya dari Eropa untuk ditaati orang-orang pribumi. Setiap peraturan yang dibuat VOC diumumkan dalam bentuk plakaat, tetapi pengumuman itu tidak disimpan dalam arsip. Sesudah diumumkan, plakaat peraturan itu kemudian dilepas tanpa disimpan sehingga tidak dapat diketahui peraturan mana yang masih berlaku dan yang sudah tidak berlaku lagi.

  1. b.      Masa Besluiten Regering (Tahun 1814-1855)

Setelah Inggris meninggalkan Nusantara pada tahun 1810, Belanda menduduki kembali wilayah Nusantara. Pada masa ini, peraturan terhadap koloni diserahkan kepada raja sepenuhnya sebagai penguasa mutlak, bukan kepada kongsi dagang sebagaimana terjadi pada masa VOC. Dengan dasar Besluiten Regering, yaitu berdasarkan Pasal 36 UUDNegeriBelanda, raja mempunyai kekuasaan mutlak dan tertinggi atas daerah-daerah jajahan. Dengan demikian ngara Belanda pada masa itu menggunakan sistem pemerintahan monarkhi konstitusional

  1. c.       Masa Regering Reglement (1855-1926)

Masa Regering Reglement dimulai karena adanya perubahan sistempemerintahan di negara Belanda, dari monarkhi konstitusional menjadimonarkhi parlementer. Perubahan ini terjadi pada tahun 1848 denganadanya perubahan dalam Grond Wet (UUD) Belanda. Perubahan inimengakibatkan terjadinya pengurangan kekuasaan raja, karena parlemen (Staten Generaal) mulai campur tangan dalam pemerintahan dan perundang-undangan di wilayah jajahan negara Belanda. Perubahan penting ini adalah dicantumkannya Pasal 59 ayat (1), (2), dan (4) yang berisi bahwa “Raja mempunyai kekuasaan tertinggi atas daerah jajahan dan harta kerajaan dibagian dari dunia.

 

  1. d.      Masa Indische Staatregeling (1926-1942)

Indische Staatregeling (IS) adalah pembaharuan dari Regeling Reglement(RR) yang mulai berlaku sejak 1 Januari 1926 dengan diundangkan melauiStaatblad Nomor 415 Tahun 1925. Perubahan ini diakibatkan oleh perubahan pemerintahan Hindia Belanda yang berawal dari perubahan Grond Wet negera Belanda pada tahun 1922. Perubahan Grond Wettahun1922 ini mengakibatkan perubahan pada pemerintahan di Hindia-Belanda. Berdasarkan Pasal 61 ayat (1) dan (2) IS, susunan negara Hindia-Belandaakan ditentukan dengan undang-undang. Pada masa ini, keberadaan sistem hukum di Indonesia semakin jelas khususnya dalam Pasal 131 jo. Pasal 163 IS yang menyebutkan pembagian golongan penduduk Indonesia beserta hukum yang berlaku. Dengan dasar ini maka hukum pidana Belanda (Wetboek van Strafrecht voorNetherlands-Indie) tetap diberlakukan kepada seluruh penduduk Indonesia. Pasal 131 jo. Pasal 163 Indische Staatregeling ini mempertegas pemberlakuan hukum pidana Belanda semenjak diberlakukan 1 Januari 1918.

  1. e.       Masa Pendudukan Jepang (1942-1945)

Pada masa pendudukan Jepang selama 3,5 tahun, pada hakekatnya hukum pidana yang berlaku di wilayah Indonesia tidak mengalami perubahan yang signifikan. Pemerintahan bala tentara Jepang (Dai Nippon) memberlakukan kembali peraturan jaman Belanda dahulu dengan dasar Gun Seirei melalui Osamu Seirei. Pertama kali, pemerintahan militer Jepang mengeluarkan Osamu Seirei Nomor 1 Tahun 1942. Pasal 3 undang-undang tersebut menyebutkan bahwa semua badan pemerintahan dan kekuasaannya, hukum dan undang-undang dari pemerintah yang dulu tetap diakui sahuntuk sementara waktu, asalkan tidak bertentangan dengan pemerintahan militer.

 

  1. 3.      Masa Setelah Kemerdekaan

Masa pemberlakukan hukum pidana di Indonesia setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, dibagi menjadi empat masa sebagaimana dalam sejarah tata hukum Indonesia yang didasarkan pada berlakunya empat konstitusi Indonesia, yaitu :

  1. Pertama Masa Pasca kemeredekaan dengan Konstitusi UUD 1945.

Tahun 1945-1949 Dengan diproklamirkannya negara Indonesia sebagai negara yangmerdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia menjadibangsayang bebas dan berdaulat. Selain itu, proklamasi kemerdekaan dijadikan tonggak awal mendobrak sistem hukum kolonial menjadi sistem hukum nasional yang sesuai dengan jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia.

Bangsa Indonesia bebas dalam menentukan nasibnya, mengatur negaranya, dan menetapkan tata hukumnya. Konstitusi yang menjadi dasar dalam penyelenggaraan negara kemudian ditetapkan pada tanggal 18Agustus 1945. Konstitusi itu adalah Undang Undang Dasar 1945.Mewujudkan cita-cita bahwa proklamasi adalah awal pendobrakansistem tata hukum kolonial menjadi sistem tata hukum nasional bukanlah hal yang mudah dan secara cepat dapat diwujudkan. Ini berarti bahwa membentuk sistem tata hukum nasional perlu pembicaraan yang lebih matang dan membutuhkan waktu yang lebih lama dari pada sekedar memproklamirkan diri sebagai bangsa yang merdeka. Oleh karena itu, untuk mengisi kekosongan hukum (rechts vacuum) karena hukumnasionalbelum dapat diwujudkan, maka UUD 1945 mengamanatkan dalam Pasal II Aturan Peralihan agar segala badan negara dan peraturan yang adamasih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurutUndang Undang Dasar ini.Ketentuan ini menjelaskan bahwa hukum yang dikehendaki untuk mengatur penyelenggaraan negara adalah peraturan-peraturan yang telah ada dan berlaku sejak masa Indonesia belum merdeka. Sambil menunggu adanya tata hukum nasional yang baru, segala peraturan hukum yang telah diterapkan di Indonesia sebelum kemerdekaan diberlakukan sementara. Hal ini juga berarti funding fathers bangsa Indonesia mengamanatkan kepada generasi penerusnya untuk memperbaharui tata hukum kolonial menjadi tata hukum nasional. Presiden Sukarno selaku presiden pertama kali mengeluarkan kembali Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 1945 tangal 10Oktober 1945 yang terdiri dari dua pasal, yaitu:

ü  Pasal 1 : Segala badan-badan negara dan peraturan-peraturan yang ada sampai berdirinya negara Republik Indonesia padatanggal 17 Agustus 1945, sebelum diadakan yang baru menurut Undang Undang Dasar, masih tetap berlaku asal saja tidak bertentangan dengan dengan Undang Undang Dasar tersebut.

ü  Pasal 2 : Peraturan ini mulai berlaku tanggal 17 Agustus 1945.Sekilas ini Penpres ini hampir sama dengan Pasal II Aturan PeralihanUUD 1945, namun dalam Penpres ini dengan tegas dinyatakan tanggal pembatasan yaitu 17 Agustus 1945.

Sebagai dasar yuridis pemberlakuan hukum pidana warisan kolonial sebagai hukum pidana positif di Indonesia, keluarlah UU Nomor 1 Tahun1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Pasal 1 undang-undang tersebut secara tegas menyatakan: Dengan menyimpang seperlunya dari Peraturan Presiden Republik Indonesia tertanggal 10 Oktober 1945 Nomor 2 menetapkan bahwa peraturan-peraturan hukum pidana yang berlaku sekarang adalah peraturan-peraturan hukum pidana yang ada pada tanggal 8 Maret1942. Dengan titik tonggak waktu penyerahan kekuasaan Belanda kepada Jepang atas wilayah Indonesia ini berarti semua peraturan hukum pidana yang dikeluarkan oleh pemerintahan militer Jepang dan yangdikeluarkan oleh panglima tertinggi bala tentara Hindia Belanda (NICA) setelah tanggal 8 Maret 1942 dengan sendirinya tidak berlaku.

Pasal 2 undang-undang tersebut juga dinyatakan bahwa semua peraturan hukum pidana yang dikeluarkan panglima tertinggi bala tentara Hindia Belanda dicabut. Pasal 2 ini diperlukan karena sebelum tanggal 8 Maret 1942 panglima tertinggi bala tentara Hindia Belanda mengeluarkan “Veror dening envan het militer gezag”. Secara lengkap bunyi Pasal 2 UU Nomor 1 Tahun 1946 adalah sebagai berikut. “Semua peraturan hukum pidana yang dikeluarkan panglima tertinggibala tentara Hindia Belanda dulu (Verordeningen van het militer gezag) dicabut”.

Pemberlakuan hukum pidana Indonesia dengan ditetapkannya UUNomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana ternyata belum menjawab persoalan. Kenyataan ini disebabkan karena perjuangan fisik bangsa Indonesia atas penjahahan Belanda belum selesai. Secara de jure memang Indonesia telah memproklamirkan diri sebagai bangsa yang merdeka, namun secara de facto penjajahan Belanda atas Indonesia masih saja berkelanjutan. Melalui aksi teror yang dilancarkan oleh NICA Belanda maupun negara-negara boneka yang berhasil dibentuknya, Belanda sebenarnya belum selesai atas aksi kolonialismenya di Indonesia. Bahkan pada tanggal 22 September 1945, Belanda mengeluarkan kembali aturan pidana yang berjudul Tijdelijke Biutengewonge Bepalingen vanStrafrecht (Ketentuan-ketentuan Sementara yang Luar Biasa Mengenai Hukum Pidana) dengan Staatblad Nomor 135 Tahun 1945 yang mulai berlakutanggal 7 Oktober 1945. Ketentuan ini antara lain mengatur tentang diperberatnya ancaman pidana untuk tindak pidana yang menyangkut ketatanegaraan, keamanan dan ketertiban, perluasan daerah berlakunya pasal-pasal tertentu dalam KUHP, serta dibekukannya Pasal 1 KUHP agar peraturan ini dapat berlaku surut. Nampak jelas bahwa maksud ketentuan ini untuk memerangi pejuang kemerdekaan. Dengan adanya dua peraturan hukum pidana yang diberlakukan diIndonesia oleh dua “penguasa” yang bermusuhan ini, maka munculah duahukum pidana yang diberlakukan bersama-sama di Indonesia. Oleh paraahli hukum pidana, adanya dua hukum pidana ini disebut masa dualisme KUHP.

  1. Masa Setelah Indonesia Menggunakan Konstitusi Negara Serikat (Konstitusi Republik Indonesia Serikat).

Tahun 1949-1950 Tahun 1949-1950 negara Indonesia menjadi negara serikat, sebagai konsekuensi atas syarat pengakuan kemerdekaan dari negara Belanda. Dengan perubahan bentuk negara ini, maka UUD 1945 tidak berlaku lagi dan diganti dengan Konstitusi Republik Indonesia Serikat. Sebagai aturan peralihannya, Pasal 192 Konstitusi RIS menyebutkan : “Peraturan-peraturan undang-undang dan ketentuan-ketentuan tata usaha yang sudah ada pada saat Konstitusi ini mulai berlaku, tetap berlaku dengan tidak berubah sebagai peraturan-peraturan dan ketentuan-ketntuan Republik Indonesia Serikat sendiri, selama dan sekadar peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan itu tidakdicabut, ditambah atau diubah oleh undang-undang dan ketentuan-ketentuan tata usaha atas kuasa Konstitusi ini”.

Dengan adanya ketentuan ini maka praktis hukum pidana yang berlaku pun masih tetap sama dengan dahulu, yaitu Wetboek van Strafrecht (WvS) yang berdasarkan Pasal 6 ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 1946 dapat disebut sebagai Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Namun demikian, permasalahan dualisme KUHP yang muncul setelah Belanda datang kembali ke Indonesia setelah kemerdekaan masih tetap berlangsung pada masa ini.[3]

  1. Masa Indonesia Menggunakan Konstitusi Sementara (UUDS 1950-1959)

Tahun 1950-1959 Setelah negara Indonesia menjadi negara yang berbentuk negara serikat selama 7 bulan 16 hari, sebagai trik politik agar Belanda mengakui kedaulatan Indonesia, maka pada tanggal 17 Agustus 1950 Indonesia kembali menjadi negara republik-kesatuan. Dengan perubahan ini, maka konstitusi yang berlaku pun berubah yakni diganti dengan UUD Sementara. Sebagai peraturan peralihan yang tetap memberlakukan hukum pidana masa sebelumnya pada masa UUD Sementara ini, Pasal 142 UUD Sementara menyebutkan: “Peraturan-peraturan undang-undang dan ketentuan-ketentuan tatausaha yang sudah ada pada tanggal 17 Agustus 1050, tetap berlaku dengan tidak berubah sebagai peraturan-peraturan danketentuanketntuanRepublik Indonesia sendiri, selama dan sekedar peraturanperaturandan ketentuan-ketentuan itu tidak dicabut, ditambah atau diubah oleh undang-undang dan ketentuan-ketentuan tata usaha atas kuasa Undang-Undang Dasar ini”.

Dengan adanya ketentuan Pasal 142 UUD Sementara ini maka hukum pidana yang berlaku pun masih tetap sama dengan masa-masasebelumnya, yaitu Wetboek van Strafrecht (Kitab Undang-undangHukumPidana). Namun demikian, permasalahan dualime KUHP yang muncul pada tahun 1945 sampai akhir masa berlakunya UUD Sementara ini diselesaikan dengan dikeluarkannya UU Nomor 73 Tahun 1958 tentang Menyatakan Berlakunya UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang PeraturanHukum Pidana untuk Seluruh Wilayah Republik Indonesia dan Mengubah Undang-undang Hukum Pidana. Dalam penjelasan undang-undang tersebut dinyatakan : “Adalah dirasakan sangat ganjil bahwa hingga kini di Indonesia masih berlaku dua jenis Kitab Undang-undang Hukum Pidana, yakni Kitab Undang-undang Hukum Pidana menurut UU Nomor 1 Tahun 1946dan Wetboek Strafrecht voor Indonesia (Staatblad 1915 Nomor 732 seperti beberapa kali diubah), yang sama sekali tidak beralasan. Dengan adanya undang-undang ini maka keganjilan itu ditiadakan.

Dalam Pasal 1 ditentukan bahwa UU Nomor 1 Tahun 1946 dinyatakan berlaku untuk seluruh wilayah Republik Indonesia. ”Dengan demikian, permasalahan dualisme KUHP yang diberlakukan di Indonesia dianggap telah selesai dengan ketetapan bahwa UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dinyatakan berlaku untuk seluruh wilayah Republik Indonesia.

  1. masa Indonesia kembali kepada UUD 1945 – Sekarang.

Tahun 1959- Sekarang Setelah keluarnya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959, yang salah satunya berisi mengenai berlakunya kembali UUD 1945, maka sejak itu Indonesia menjadi negara kesatuan yang berbentuk republik denganUUD1945 sebagai konstitusinya. Oleh karena itu, Pasal II Aturan Peralihanyang memberlakukan kembali aturan lama berlaku kembali, termasuk disini hukum pidananya. Pemberlakuan hukum pidana Indonesia dengan dasar UU Nomor 1 Tahun 1946 pun kemudian berlanjut sampai sekarang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa walaupun Indonesiatelah mengalami empat pergantian mengenai bentuk negara dan konstitusi, ternyata sumber utama hukum pidana tidak mengalami perubahan, yaitu tetap pada Wetboek van Strafrecht (Kitab Undang-undang HukumPidana) walaupun pemberlakuannya tetap mendasarkan diri pada ketentuan peralihan pada masing-masing konstitusi.[4]

KUHP ialah kitab peraturan pidana yang di pakai sehari hari. Dengan mempelajari KUHP kita dapat mengetahui seluk-beluk Hukum Pidana kita. KUHP yang sekarang berlaku bukanlah asli buatan indonesia, kitap Undang-Undang hukum Pidana ini lahir dah telah mulai berlaku sejak 1 januari 1918 saat zaman Hindia-Belanda dahulu. Hukum Pidana sendiri terdiri dari 3 aspek, yaitu : satu dan dua  disebut hukum pidana materil, dan yang ketiga dapat disebut formil.[5]

Dengan KUHP itu maka mulai 1 januari 1918 berlakulah satu macam Hukum Pidana untuk semua golongan penduduk indonesia (Unifikasi Hukum Pidana). Sebelum itu di Indonesia berlaku 2 KUHP yaitu : Golongan Eropa (1 januari 1867) dan Golongan Indonesia ( 1 januari 1973).

KUHP golongan Indonesia (1873) merupakan copy (turunan) dari KUHP untuk golongan Eropa (1867), dan KUHP untuk golongan Eropa juga turunan dari Code Penal, yaitu Hukum Pidana di Prancis di zaman Napoleon 1811.

Perbedaan antara  KUHP indonesia dengan KUHP Eropa terutama pada jenis hukuman yang diberikan. Misalnya : Orang Indonesia disuruh kerja paksa dengan leher diikat dengan rantai besi atau disuruh bekerja dengan tidak di beri upah sama-sekali. Sedangkan pada Orang Eropa tidak, mereka hanya diberi hukuman penjara atau kurungan.[6]

 

  1. C.    Pembagian Hukum Pidana

Hukum Pidana dapat dibagi sebagai berikut :

  1. Hukum Pidana Objektif (Ius Punale), yang dapat dibagi dalam:

Hukum pidana yang dilihat dari aspek larangan-larangan berbuat, larangan mana disertai dengan ancaman pidana bagi yang melanggar larangan tersebut. Dapat juga disebut Hukum Pidana Material.

Hukum Pidana Formal  adalah Hukum yang mengatur cara-cara menghukum seseorang yang mmelanggar peraturan pidana (Merupakan pelaksanaan dari hukum material).

  1. Hukum Pidana Subjektif (Ius Puniendi)

Adalah hak negara atau alat-alat untuk menghukum berdasarkan Hukum Pidana Objektif. Pada hakikatnya Hukum Pidana Objektif itu membatasi hak negara untuk menghukum. Hukum Pidana Subjektif ini baru ada, setelah ada peraturan-peraturan dari Hukum Pidana Objektif terlebih dahulu.[7]

  1. Hukum Pidana Umum

Hukum Pidana yang ditujukan dan berlaku untuk ssemua warga penduduk negara (subyektif hukum) dan tidak membeda-bedakan kualitas pribadi subyek hukum tertentu. Setiap warga penduduk negara harus patuh dan tunduk terhadap Hukum Pidana Umum.

  1. Hukum Pidana Khusus

Hukum Pidana yang dibentuk  oleh negara yang hanya dikhususkan berlaku bagi subyek hukum tertentu. dapat dibagi lagi ke dalam :

  1. Hukum Pidana Militer, berlaku khusus untuk anggota militer dan mereka yang dipersamakan dengan militer.
  2. Hukum Pidana Pajak, berlaku khusus untuk perseroan dan mereka yang membayar pajak (wajib pajak).[8]

 

  1. D.    Tujuan Hukum Pidana

Hukum Pidana merupakan ilmu pengetahuan hukum, oleh karena itu peninjauan bahan-bahan mengenai Hukum Pidana terutama dilakukan dari sudut pertanggung jawaban manusia tentang “Perbuatan yang dapat dihukum”.

Tujuan Hukum Pidana adalah memberi sistem dalam bahan-bahan yang banyak dari hukum itu : Asas-asas dihubungkan satu sama lain sehingga dapat dimasukan dalam satu sistem. penyelidikan secara demikian adalah dogmatis yuridis.

Selain itu hukum pidana dilihat sebagai ilmu pengetahuan kemasyarakatan. Sebagai ilmu pengetahuan sosial, maka diselidiki sebab-sebab dari kejahatan dan dicari cara-cara untuik membrantasnya.[9]

 

  1. E.     Delik-Delik Tertentu KUHP
    1. delik-delik kekerasan
    2. delik terhadap nyawa
    3. delik penganiyaan
    4. delik pencurian dengan kekerasan
    5. delik pemerasan, pengancaman, kejahatan jabatan dengan paksaan
    6. delik kekayaan
    7. delik penggelapan
    8. delik penadahan
    9. delik pemalsuan
    10. delik kesusilaan
    11. delik penghinaan
    12. delik yang berkaitan dengan kerusuhan.[10]


[1] Prof. Drs. C.S.T. Kansil, S.H. “Pokok-Pokok Hukum Pidana”,  PT Pradnya Paramita, jakarta, 2007, (hal3)

[5] Drs. Adami Khazawi, S.H. “Pelajaran Hukum pidana”, PT rajaGrafindo Persada. jakarta. 2002. (Hal 2)

[6] Prof. Drs. C.S.T. Kansil, S.H. “Pokok-Pokok Hukum Pidana”,  PT Pradnya Paramita, jakarta, 2007, (hal 7)

[7] Ibid, “Pokok-Pokok Hukum Pidana”,  (hal 9)

[8] Drs. Adami Khazawi, S.H. “Pelajaran Hukum pidana”, jakarta. PT RajaGrafindo Persada. 2002. (Hal 11)

[9] Ibid, “Pokok-Pokok Hukum Pidana”,  (hal 11)

[10] Prof. Dr. Jur. Andi Hamzah. “delik-delik tertentu di dalam KUHP”. jakarta. Sinar Grafika. 2009.

qira’at dan macam-macam nya

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1  Latar Belakang

Qira’at merupakan salah satu cabang ilmu dalam ‘Ulum al-Qur’an, namun tidak banyak orang yang tertarik kepadanya, kecuali orang-orang tertentu saja, biasanya kalangan akademik. Banyak faktor yang menyebabkan hal itu,  di antaranya adalah, ilmu ini tidak berhubungan langsung dengan kehidupan dan muamalah manusia sehari-hari, tidak seperti ilmu fiqih, hadis, dan tafsir misalnya,yang dapat dikatakan berhubungan langsung dengan kehidupan manusia. Hal ini dikarenakan ilmu qira’at tidak mempelajari masalah-masalah yang berkaitan secara langsung dengan halal-haram atau hukum-hukum tertentu dalam kehidupan manusia.

Selain itu, ilmu ini juga cukup rumit untuk dipelajari, banyak hal yang harus diketahui oleh peminat ilmu qira’at ini, yang terpenting adalah pengenalan al-Qur’an secara mendalam dalam banyak seginya, bahkan hafal sebagian besar dari ayat-ayat al-Qur’an merupakan salah satu kunci memasuki gerbang ilmu ini; pengetahuan bahasa Arab yang mendalam dan luas dalam berbagai seginya, juga merupakan alat pokok dalam menggeluti ilmu ini, pengenalan berbagai macam qiraat dan para perawinya adalah hal yang mutlak bagi pengkaji ilmu ini. Hal-hal inilah – barangkali – yang menjadikan ilmu ini tidak begitu populer.

Meskipun demikian keadaannya, ilmu ini telah sangat berjasa dalam menggali, menjaga dan mengajarkan berbagai “cara membaca” al-Qur’an yang benar sesuai dengan yang telah diajarkan Rasulullah SAW. Para ahli qiraat  telah mencurahkan segala kemampuannya demi mengembangkan ilmu ini. Ketelitian dan kehati-hatian mereka telah menjadikan al-Qur’an terjaga dari adanya kemungkinan penyelewengan dan masuknya unsur-unsur asing yang dapat merusak kemurnian al-Qur’an.

 

 

1.2  Rumusan Masalah

  1. Apa pengertian dari qira’at?
  2. Bagaimanakah sejarah perkembangan ilmu qira’at?
  3. 3.      Apa saja Pembagian Qira’at dan Macam-macamnya?

 

1.3  Tujuan

  1. Untuk memahami devinisi Qira’at.
  2. Untuk mengetahui sejarah perkembangan dari Ilmu Qira’at.
  3. Untuk mengetahui pembagian dan macam-macam Qira’at.

BAB II

PEMBAHASAN

 

2.1    Pengertian

Al-Qur’an diturunkan kepada masyarakat Arab yang berkabilah-kabilah yang memiliki aneka ragam model pengujaran (lahjah). Dalam studi mengenai lahjah, kabilah-kabila ini banyak ditemukan model bacaan Al-Qur’an yang bermacam-macam pula. Dari sekian banyak kabilah yang memiliki lahjah berbeda adalah Quraisy, Huzhail, Jurhum, Kinanah, Himyar dan lainnya.[1]

Qira’at adalah jamak dari qira’ah, artinya bacaan. Ia adalah masdar dari qara’a. Dalam istilah keilmuan, qira’at adalah salah satu mdzhab pembacaan Al-Qur’an yang dipakai oleh salah seorang imam qurra’ sebagai suatu madzhab yang berbeda dengan madzhab lainnya.[2]

Terdapat beberapa definisi mengenai arti Qira’at, yakni[3] :

  1. Menurut Al-Zarqani : “Suatu mazhab yang dianut oleh imam qira’at yang berbeda dengan lainnya dalam pengucapan AlQur’anul-Karim serta sepakat riwayat-riwayat dan jalur-jalur daripadanya, baik perbedaan ini dalam pengucapan hurufhuruf maupun dalam pengucapan keadaan-keadaannya.” (Wahid, 2002: 137) Terkandung 3 unsur pokok dalam definisi tersebut : Pertama, qira’at dimaksudkan menyangkut bacaan ayat-ayat Al-Qur’an, cara membacanya dari satu imam dengan imam qira’at lainnya. Kedua, cara bacaan yang dianut dalam suatu mazhab qira’at didasarkan atas riwayat dan bukan atas qiyas ataupun ijtihad. Ketiga, perbedaan antara qira’at-qira’at bisa terjadi dalam pengucapan huruf-huruf dan pengucapannya dalam berbagai keadaan.
  2. Menurut Ibnu Al-Jazari : “Pengetahuan tentang cara-cara melafadzkan kalimat-kalimat Al-Qur’an dan perbedaannya dengan membangsakannya kepada penukilnya.” (Wahid, 2002: 138)

Qira’at ini didasarkan kepada sanad-sanad yang bersambung kepada Rosululloh SAW. Periode qurro’ yang mengajarkan bacaan Al-Qur’an kepada orang-orang menurut cara mereka masing-masing adalah dengan berpedoman kepada masa para sahabat.

Pada permulaan abad pertama hijriyah di masa tabi’in, tampilah sejumlah ulama yang konsen terhadap masalah qira’at secara sempurna karena keadaan menuntut demikian.

2.2    Sejarah Perkembangan Ilmu Qira’at

Bahwasanya penduduk kota-kota besar (para tabi’in) membaca Al-Qur’an berdasar kepada mushaf yang dikirimkan kepada mereka. Di samping itu mereka mempelajari qur’an dari para sahabat yang menerima Al-Qur’an dari Rasul. Kemudia mereka mengembangkannya ke dalam masyarakat sebagai ganti para sahabat.

Sahabat-sahabat nabi terdiri dari beberapa golongan. Tiap-tiap golongan itu mempunyai lahjah (bunyi suara, atau sebutan) yang berlainan satu sama lainnya. Memaksa mereka menyebut pembacaan atau membunyikannya dengan lahjah yang tidak mereka biasakan, suatu hal yang menyukarkan. Maka untuk mewujudkan kemudahan, Alloh yang Maha Bijaksana menurunkan Al-Qur’an dengan lahjah-lahjah yang biasa dipakai oleh golongan Quraisy dan oleh golongan-golongan yang lain di tanah Arab. Oleh karena demikian, hasillah dari Al-Qur’an beberapa rupa (macam) bunyi lahjah. Bunyi lahjah yang biasa dipakai di tanah Arab ada 7 (tujuh) macam. Di samping itu ada beberapa lahjah lagi. Sahabat-sahabat nabi menerima Al-Qur’an dari Nabi menurut lahjah bahasa golongannya. Dan masing-masing mereka meriwayatkan Al-Qur’an menurut lahjah mereka sendiri.

Demikian kata setengah ahli ilmu, yang berpendapat, bahwa berlainan qira’at diterima dari wahyu. Sebagian ahli tahqiq berpendapat, bahwa berlainan qira’at itu bukan diterima dari wahyu, tetapi hasil sendirinya dari perbedaan lahjah yang disebut oleh masing-masing golongan Arab.

Untuk menghindarkan umat dari kekeliruan, berusahalah ulama-ulama besar menerangkan mana yang hak dan yang batil, mengumpulkan huruf dan qira’at dan membedakan antara riwayat yang masyhur dan riwayat yang syadz, antara yang shahih maupun yang tidak.

Maka segala qira’at yang dapat disesuaikan dengan bahasa Arab dan dapat disesuaikan dengan salah satu mushaf utsmani, serta sah pula sanadnya, dipandang qira’at yang benar, masuk ke dalam qira’at yang tujuh. Baik diterimanya dari imam yang tujuh, maupun diterimanya dari imam yang sepulih, atau dari yang lain.[4]

2.3    Pembagian Qira’at dan Macam-macamnya

Penulis kitab Al-Itqon menyebutkan bahwa qiro’ah itu ada yang mutawatir, masyhurah, ahad, syadz, maudhu’, dan mudarroj.

Al-Qadhi Jalaluddin Al-Bulqini menyatakan: qiro’ah itu dibagi menjadi mutawatir, ahad, dan syadz. Adapun yang mutawatir adalah qiro’ah sab’ah yang masyhur. Sedangkan yang ahad adalah qira’ah tsalasah (qira’ah tiga), di mana imam tiga ini merupakan pelengkap “imam sepuluh” pada qira’ah para sahabat.

Menurut G. Bergstrasser dan O.Pretzl (Die Geschische des Korantexst, Leipzig, 1928), ialah yang berasal dari Abu Ubaid (wafat 845) yang memuat nama segolongan sahabat Rasulullah, kira-kira 40 orang tabi’in dan akhirnya 15 orang qori’ yang sebenarnya, semua berasal dari 5 buah kota, yaitu Madina, makkah, Kuffah, Bashrah dan Damaskus. Setelah diselidiki lagi secara seksama, mereka itu dapat dipusatkan pada tujuh orang qori’.[5]

Adapun qira’ah, ada qira’ah sab’ah (tujuh), qira’ah ‘asyr (sepuluh), ada pula qira’ah ‘arba’a ‘asyarah (empat belas). Namun yang lebih unggul dan lebih termasyhur adalah qira’ah sab’ah. Qira’ah sab’ah ini disandarkan kepada imam tujuh yang telah dikenal. Mereka adalah Nafi’, ‘Ashim, Hamzah, Abdulloh bin Amir, Abdullah bin Katsir, Abu Amr bin Al-‘Alla’, dan Ali Al-kisa’i.[6]

 


 

BAB III

PENUTUP

 

3.1    Kesimpulan

Qira’at adalah jmak dari qira’ah, artinya bacaan. Ia adalah masdar dari qara’a. Dalam istilah keilmuan, qira’at adalah salah satu mdzhab pembacaan Al-Qur’an yang dipakai oleh salah seorang imam qurra’ sebagai suatu madzhab yang berbeda dengan madzhab lainnya.

Membaca Al-Qur’an berdasar kepada mushaf yang dikirimkan kepada mereka (kabilah-kabilah Arab). Di samping itu mereka mempelajari qur’an dari para sahabat yang menerima Al-Qur’an dari Rasul. Kemudia mereka mengembangkannya ke dalam masyarakat sebagai ganti para sahabat.

Al-Qadhi Jalaluddin Al-Bulqini menyatakan: qiro’ah itu dibagi menjadi mutawatir, ahad, dan syadz. Adapun yang mutawatir adalah qiro’ah sab’ah yang masyhur. Sedangkan yang ahad adalah qira’ah tsalasah (qira’ah tiga), di mana imam tiga ini merupakan pelengkap “imam sepuluh” pada qira’ah para sahabat

 

3.2    Saran

Di dalam penulisan makalah ini penulis menyadari bahwasanya masih ada kekurangan dan kesalahan yang tidak disadari oleh penyusun baik dari segi materi/isi ataupun dari segi penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, kami selaku peyusun dengan rendah hati mohon atas saran dan kritik yang membangun guna kesempurnaan makalah ini agar bisa bermanfaat khususnya untuk penyusun dan umumnya kepada para pembaca sehingga bisa berguna untuk khalayak umum.


 

DAFTAR PUSTAKA

  • H. Nur Faizin, LC.MA. SEPULUH TEMA KONTROFERSIAL ULUMUL QUR’AN. (Kediri: CV. Azhar Risalah, 2011) hal. 62
  • Syaikh Manna’ Al-Qaththan. PENGANTAR STUDI ILMU AL-QUR’AN. (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2008) hal. 211
  • Prof. T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy. SEJARAH DAN PENGANTAR ILMU AL-QUR’AN ATAU TAFSIR. (Jakarta: Bulan Bintang, 1974) hal. 82-85
  • Emsoe Abdurrahman, Aprianto Ranoedarsono. THE AMAZING STORIS OF AL-QUR’AN SEJARAH YANG HARUS DIBACA. (Bandung: Salamadani, 2009) hal. 164
  • Syekh Muhammad Ali Ash-Shabuni. IHTISAR ULUMUL QUR’AN PRAKTIS. (Jakarta: Pustaka Amani, 2001) hal. 360
  • http://darunnajah-cipining.com/wp-content/uploads/Qira%27ah%20-%20Qira%27ah%20Sab%27ah.pdf

 


[1] H. Nur Faizin, LC.MA. SEPULUH TEMA KONTROFERSIAL ULUMUL QUR’AN. (Kediri: CV. Azhar Risalah, 2011) hal. 62

[2] Syaikh Manna’ Al-Qaththan. PENGANTAR STUDI ILMU AL-QUR’AN. (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2008) hal. 211

[4]Prof. T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy. SEJARAH DAN PENGANTAR ILMU AL-QUR’AN ATAU TAFSIR. (Jakarta: Bulan Bintang, 1974) hal. 82-85

[5] Emsoe Abdurrahman, Aprianto Ranoedarsono. THE AMAZING STORIS OF AL-QUR’AN SEJARAH YANG HARUS DIBACA. (Bandung: Salamadani, 2009) hal. 164

[6] Syekh Muhammad Ali Ash-Shabuni. IHTISAR ULUMUL QUR’AN PRAKTIS. (Jakarta: Pustaka Amani, 2001) hal. 360

Pasar Modal dalam KUHD

PASAR MODAL DALAM KUHD

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Dagang

Dosen Pembimbing:

Ernu Widodo, SH., M. Hum

 

 

Disusun oleh:

Li’iza Diana Mangzil (11220024)

Ahmad Ulin Nuha (11220030)

Abdul Rauf (11220080)

 

JURUSAN HUKUM BISNIS SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

2013

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

  1. 1.    Teori

Pasar modal adalah pasar dimana berbagai instrumen keuangan jangka panjang diperjualbelikan. Pasar modal merupakan tempat kegiatan perusahaan mencari dana untuk membiayai kegiatan usahanya. Selain itu, pasar modal juga merupakan suatu usaha penghimpunan dana masyarakat secara langsung dengan cara menanamkan dana ke dalam perusahaan yang sehat dan baik pengelolaannya. Fungsi utama pasar modal adalah sebagai sarana pembentukan modal dan akumulasi dana bagi pembiayaan suatu perusahaan / emiten. Dengan demikian pasar modal merupakan salah satu sumber dana bagi pembiayaan pembangunan nasional pada umumnya dan emiten pada khususnya di luar sumber-sumber yang umum dikenal, seperti tabungan pemerintah, tabungan masyarakat, kredit perbankan dan bantuan luar negeri.

Sementara itu, bagi kalangan masyarakat yang memiliki kelebihan dana dan berminat untuk melakukan investasi, hadirnya lembaga pasar modal di Indonesia menambah deretan alternatif untuk menanamkan dananya. Banyak jenis surat berharga (securities) dijual dipasar tersebut, salah satu yang diperdagangkan adalah saham. Saham perusahaan go public sebagai komoditi investasi tergolong berisiko tinggi, karena sifatnya yang peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi baik oleh pengaruh yang bersumber dari luar ataupun dari dalam negeri seperti perubahan dibidang politik, ekonomi, moneter, undang-undang atau peraturan maupun perubahan yang terjadi dalam industri dan perusahaan yang mengeluarkan saham (emiten) itu sendiri. Untuk mengantisipasi perubahan harga saham tersebut maka diperlukan analisis saham.
Pasar modal belakangan ini semakin dikenal dan memasyarakat. Hal ini disebabkan karena saat ini, kebanyakan investor lebih tertarik untuk berinvestasi di sektor finansial ini daripada di sektor riil. Ketertarikan ini disebabkan karena investasi di pasar modal memiliki kepastian yang lebih tinggi dan resiko yang lebih kecil daripada investasi di sektor riil.

2. fakta

Sentra Investasi Danareksa (SID) Surabaya Outlet UIN Maliki Malang yang berlokasi di Fakultas Ekonomi Lt. 3 Jl. Gajayana No. 50 Malang ini merupakan salah satu sarana penghimpun dana serta Investasi yang membantu para mahasiswa-mahasiswi UIN Malang untuk menyalurkan dananya dalam kegiatan pasar modal, yang belakangan ini marak diperbincangkan oleh masyarakat kelas menengah ke atas sampai kelas menengah ke bawah. Dalam prakteknya danareksa yang terletak di UIN Maliki Malang ini menawarkan berbagai maca sarana investasi yang ditawarkan di Bursa Efek Indonesia (BEI) seperti saham, obligasi, reksadana, ataupun bursa efek yang berbasis syariah seperti sukuk.

Pelayanan investasi ini memberikan kemudahan/keringanan bagi mahasiswa-mahasiswi UIN Maliki Malang karena dengan hanya bermodalkan Rp.100.000 saja kita sudah dapat melakukan Investasi. Kantor danareksa ini buka mulai hari senin-jum’at jam 08.00- 03.00 WIB

3. Dialog Teori dan Fakta

Berdasarkan teori dan fakta, praktek Pasar Modal yang dilakukan oleh Danareksa UIN Maliki Malang sudah sesuai dengan Undang-undang baik dalam KUHD maupun KUHPerdata, akan tetapi sebagai umat Islam, kita perlu melakukan kajian dari perspektif hukum Islam, apakah dalam prakteknya sesuai dengan prinsip-prinsip syariah atau tidak.

B. Rumusan Masalah

  1. Bagaimana sejarah Pasar Modal dan apa dasar hukumnya?
  2. Apa Pengertian, Tujuan, dan fungsi dari Pasar Modal?
  3. Siapa saja pihak-pihak yang terkait dalam Pasar Modal?
  4. Bagaimana Pasar modal perspektif ekonomi syariah?

C. Tujuan

Tujuan dibuatnya tugas makalah mengenai pasar modal oleh penulis antara lain untuk :

  1. Untuk mengetahui Bagaimana sejarah Pasar Modal dan apa dasar hukumnya
  2. Untuk mengetahui Apa Pengertian, Tujuan, dan fungsi dari Pasar Modal
  3. Untuk mengetahui Siapa saja pihak-pihak yang terkait dalam Pasar Modal
  4. Untuk mengetahui Bagaimana Pasar modal perspektif ekonomi syariah

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Pasar Modal

Dalam sejarah Pasar Modal Indonesia, kegiatan jual beli saham dan obligasi dimulai pada abad 19. Menurut buku Effectengids yang dikeluarkan oleh Verreniging voor den Effectenhandel pada tahun 1939, jual beli efek telah berlangsung sejak 1880.

Pada tanggal 14 Oktober 1912, Amaserdamse Effectenbueurs mendirikan cabang bursa efek di Batavia. Di tingkat Asia, bursa Batavia tersebut merupakan yang tertua keempat setelah Bombay, Hongkong dan Tokyo.

a. Zaman Penjajahan

Sekitar awal abad ke-19 pemerintah kolonial Belanda mulai membangun perkebunan secara besar-besaran di Indonesia. Sebagai salahsatu sumber dana adalah dari para penabung yang telah dikerahkan sebaik-baiknya. Para penabung tersebut terdiri dari orang-orang Belanda dan Eropa lainnya yang penghasilannya sangat jauh lebih tinggi dari penghasilan penduduk pribumi.

Atas dasar itulah, maka pemerintahan kolonial waktu itu mendirikan Pasar Modal. Setelah mengadakan persiapan, maka akhirnya berdiri secara resmi Pasar Modal di Indonesia yang terletak di batavia (Jakarta) pada tanggal 14 Desember 1912 dan bernama Verreniging voor den Effectenhandel (Bursa Efek), dan langsung memulai perdagangan.

Pada saat awal terdapat terdapat 13 anggota bursa yang aktif (makelar) yaitu:

  1. Fa. Duniop & Kolf.
  2. Fa Gijselman & Steup.
  3. Fa. Monod & Co.
  4. Fa. Adree Witansi & Co.
  5. Fa. A.W. Deeleman.
  6. Fa. H. Jul Joostensz.
  7. Fa. Jeannette Walen.
  8. Fa.Wiekert & V.D Linden.
  9. Fa. Walbrink & Co.
  10. Fa. Vermeys & Co.
  11. Fa. Cruyff.
  12. Fa. Gebroeders.

Sedangkan Efek yang diperjualbelikan adalah saham dan obligasi perusahaan/perkebunan Belanda yang beroperasi di Indonesia, obligasi yang diterbitkan pemerintah (propinsi dan kotapraja), sertifikat saham perusahaan-perusahaan Amerika yang diterbitkan oleh kantor administrasi di negeri Belanda serta efek perusahaan Belanda lainnya. Perkembangan Pasar Modal di Batavia tersebut begitu pesat sehingga menarij masyarakat kota lainnya. Untuk menampung minat tersebut, pada tanggal 11 Januari 1925 di kota Surabaya dan 1 Agustus 1925 di Semarang resmi didirikan bursa.

Anggota bursa di Surabaya waktu itu adalah :

  1. Fa. Duniop & Kolf.
  2. Fa Gijselman & Steup.
  3. Fa. Van Velsen.
  4. Fa. Beaukkerk & Co.
  5. N. Koster.

Sedangkan anggota bursa di Semarang waktu itu adalah :

  1. Fa. Dunlop & Koff.
  2. Fa Gijselman & Steup.
  3. Fa. Monod & Co.
  4. Fa. Companien & Co.
  5. Fa. P.H. Soeters & Co.

Perkembangan Pasar Modal waktu itu cukup menggembirakan yang terlihat dari nilai efek yang tercatat mencapai NIF 1,4 milyar (jika di Indeks dengan harga beras yang disubsidi pada tahun 1982, nilainya adalah ± Rp. 7 Trilyun) yang berasal dari 250 macam efek.

b. Perang Dunia II

Pada permulaan tahun 1939 keadaan suhu politik di Eropa menghangat. Melihat keadaan ini, pemerintah Hindia Belanda mengambil kebijaksanaan untuk memusatkan perdagangan Efek-nya di Batavia serta menutup Bursa Efek di Surabaya dan di Semarang.

Namun pada tanggal 17 Mei 1940 secara keseluruhan kegiatan perdagangan efek ditutup dan dikeluarkan peraturan yang menyatakan bahwa semua efek-efek harus disimpan dalam bank yang ditunjuk oleh Pemerintah Hindia Belanda. Penutupan ketiga bursa efek tersebut sangat mengganggu likuiditas efek, menyulitkan para pemilik efek, dan berakibat pula pada penutupan kantor-kantor pialang serta pemutusan hubungan kerja. Selain itu juga mengakibatkan banyak perusahaan dan perseorangan enggan menanam modal di Indonesia. Dengan demikian, dapat dikatakan, pecahnya Perang Dunia II menandai berakhirnya aktivitas Pasar Modal pada zaman penjajahan Belanda.

c. Masa Tahun 1952-1958

Setahun setelah pemerintahan Belanda mengakui kedaulatan RI, tepatnya pada tahun 1950, obligasi Republik Indonesia dikeluarkan oleh pemerintah. Peristiwa ini menandai mulai aktifnya kembali Pasar Modal Indonesia. Didahului dengan diterbitkannya Undang-undang Darurat No.13 tanggal 1 September 1951, yang kelak ditetapkan sebagai Undang-undang No.15 tahun 1952 tentang Bursa, pemerintah RI membuka kembali Bursa Efekdi Jakarta pada tanggal 31 Juni 1952, setelah terhenti selama 12 tahun. Adapun penyelenggaraannya diserahkan kepada Perserikatan Perdagangan Uang dan Efek-efek (PPUE) yang terdiri dari 3 bank negara dan beberapa makelar efek lainnya dengan Bank Indonesia sebagai penasihat.

Sejak itu Bursa Efek berkembang dengan pesat, meskipun efek yang diperdagangkan adalah efek yang dikeluarkan sebelum Perang Dunia II. Aktivitas ini semakin meningkat sejak Bank Industri Negara mengeluarkan pinjaman obligasi berturut-turut pada tahun 1954,1955, dan 1956. Para pembeli obligasi banyak warga negara belanda, baik perseorangan maupun Badan Hukum. Semua anggota diperbolehkan melakukan transaksi abitrase dengan luar negeri terutama dengan Amsterdam.

d. Masa Konfrontasi

Namun keadaan ini hanya berlangsung sampai pada tahun 1958, karena mulai saat itu terlihat kelesuan dan kemunduran perdagangan di Bursa. Hal ini diakibatkan politik konfrontasi yang dilancarkan pemerintah RI terhadap Belanda, sehingga mengganggu hubungan ekonomi kedua negara dan mengakibatkan banyak warga negara Belanda meninggalkan Indonesia. Perkembangan tersebut makin parah sejalan dengan memburuknya hubungan RI dengan Belanda mengenai sengketa Irian Jaya dan memuncaknya aksi pengambil-alihan semua perusahaan Belanda di Indonesia, sesuai dengan Undang-undang Nasionalisasi No. 86 Tahun 1958. Kemudian disusul dengan instruksi dari Badan Nasionalisasi Perusahaan Belanda (BANAS) pada tahun 1960, yaitu larangan bagi Bursa Efek Indonesia untuk memperdagangakan semua efek dari perusahaan Belanda yang beroperasi di Indonesia, termasuk semua Efek yang bernominasi mata uang Belanda, makin memperparah perdagangan efek di Indonesia.

Tingakat inflasi yang cukup tinggi pada waktu itu semakin menggoncang dan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap Pasar Uang dan Pasar Modal, juga terhadap mata uang rupiah yang mencapai puncaknya pada tahun 1966. Penurunan ini mengakibatkan nilai nominal saham dan obligasi menjadi rendah sehingga tidak menarik lagi bagi investor. Hal ini merupakan pasang surut Pasar Modal Indonesia pada zaman Orde Lama.

e. Babak Baru Pasar Modal Tahun 1977

Langkah demi langkah diambil oleh pemerintah Orde Baru untuk mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap nilai mata uang Rupiah. Disamping pengerahan dana dari masyarakat melalui tabungan dan deposito, pemerintah terus mengadakan persiapan khusus untuk membentuk Pasar Modal. Dengan Surat Keputusan Direksi BI No. 4/16 Keputusan Direktur tanggal 26 Juli 1968 di BI dibentuk Tim Persiapan Pasar Uang (PU).

Dan Pasar Modal (PM). Hasil penelitian tim menyatakan bahwa benih dari Pasar Modal di Indonesia sebenarnya sudah ditanam pemerintah sejak tahun 1952, tetapi karena situasi politik dan masyarakat masih awam tentang Pasar Modal, maka pertumbuhan efek di Indonesia sejak tahun 1958 s/d 1976 mengalami kemunduran.

Setelah tim menyelesaikan tugasnya dengan baik, maka dengan surat keputusan Keu-Menkeu No. Kep-25/MK/IV/1/72 tanggal 13 Januari 1972 tim dibubarkan, dan pada tahun 1976 dibentuk Bapepam (Badan Pembina Pasar Modal) dan PT. Danareksa. Bapepam bertugas membantu Menteri Keuangan yang diketuai oleh Gubernur Bank Sentral. Dengan dibentuknya Bapepam, maka terlihat kesungguhan dan intensitas untuk membentuk kembali PU dan PM. Selain sebagai pembantu menteri keuangan, Bapepam juga menjalankan fungsi ganda yaitu sebagai pengawas dan pengelola Bursa Efek.

Pada tanggal 10 Agustus 1977 berdasarkan kepres RI No. 52 tahun 1976 psar modal diaktifkan kembali dan go publiknya beberapa perusahaan. Pada zaman Orde Baru inilah perkembangan Pasar Modal dapat dibagi menjadi dua, yaitu tahun 1977 s/d 1987 dan tahun 1987 s/d sekarang. Perkembangan Pasar Modal selama tahun 1977 s/d tahun 1987 mengalami kelesuan meskipun pemerintah telah memberikan fasilitas kepada perusahaan-perusahaan yang memanfaatkan dana dari Bursa Efek. Fasilitas-fasilitas yang diberikan antara lain fasilitas perpajakan untuk merangsang masyarakat agar mau terjun dan aktif di Pasar Modal.

Tersendatnya perkembangan Pasar Modal selama periode itu disebabkan oleh beberapa masalah antara lain mengenai prosedur emisi saham dan obligasi yang terlalu ketat, adanya batasan fluktuasi saham dan lain sebagainya. Untuk mengatasi masalah itu pemerintah mengeluarkan berbagai deregulasi yang berkaitan dengan perkembangan pasar modal, yaitu Paket Kebijaksanaan Desember 1987, Paket Kebijaksanaan Oktober 1988, Paket Kebijaksanaan Desember 1988.

1)      Pakdes 1987

Pakdes 1987 merupakan penyederhanaan persyaratan proses emisi saham dan obligasi, dihapuskannya biaya yang sebelumnya dipungut oleh Bapepam, seperti biaya pendaftaran emisi efek. Selain itu dibuka pula kesempatan bagi pemodal asing untuk membeli efek maksimal 49% dari total emisi. Pakdes 87 juga menghapus batasan fluktuasi harga sajam di bursa efek dan memperkenalkan bursa paralel. Sebagai pilihan bagi emiten yang belum memenuhi syarat untuk memasuki bursa efek.

2)      Pakto 88

Pakto 88 ditujukan pada sektor perbankan, nbamun mempunyai dampak terhadap perkembangan pasar modal. Pakto 88 berisikan tentang ketentuan 3 L (Legal, Lending, Limit), dan pengenaan pajak atas bunga deposito.Pengenaan pajak ini berdampak positif terhadap perkembangan pasar modal di Indonesia.

3)      Pakdes 88

Pakdes 88 pada dasarnya memberikan dorongan yang lebih jauh pada pasar modal dengan membuka peluang bagi swasta untuk menyelenggarakan bursa.

B. Dasar Hukum Pasar Modal

  1. UU No. 8 Tahun 1995 tentang pasar modal
  2. PP No. 45 Tahun 1995 tentang penyelenggaraan kegiatan dibidang pasar modal
  3. PP No. 46 Tahun 1995 tentang tata cara pemeriksaan di bidang pasar modal
  4. SK Menteri Keuangan No. 645/kmk.010/1995

C. Pengertian, Tujuan dan Fungsi Pasar Modal

Secara sederhana, “pasar”, biasa diartikan sebagai tempat bertemunya penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi jual-beli. Bersamaan dengan berkembangnya peradaban manusia, pengertian “pasar” bertambah luas. Saat ini, berkembang bernagai jenis pasar modern, termasuk didalamnya pasar modal.

Pasar Modal, sesuai UU Pasar Modal Nomor 8 Tahun 1995 diartikan sebagai “kegiatan yang berhubungan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan public yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek”.[1] Pasar Modal bertindak sebagai penghubung antara para investor dengan perusahaan ataupun institusi pemerintah melalui perdagangan instrumen melalui jangka panjang seperti obligasi , saham , dll.

Pengertian pasar modal secara umum adalah suatu sistem keuangan yang terorganisasi, termasuk didalamnya adalah bank-bank komersial dan semua lembaga perantara dibidang keuangan, serta keseluruhan surat-surat berharga yang beredar. Dalam arti sempit, pasar modal adalah suatu pasar (tempat, berupa gedung) yang disiapkan guna memperdagangkan saham-saham, obligasi-obligasi, dan jenis surat berharga lainnya dengan memakai jasa para perantara pedagang efek (Sunariyah, 2000 : 4). Dilihat dari pengertian akan pasar modal diatas, maka jelaslah bahwa pasar modal juga merupakan salah satu cara bagi perusahaan dalam mencari dana dengan menjual hak kepemilikkan perusahaan kepada masyarakat.

Struktur Pasar Modal di Indonesia tertinggi berada pada Menteri Keuangan menunjuk BAPEPAM merupakan lembaga pemerintah yang bertugas untuk melakukan pembinaan , pengaturan , dan pengawasan sehari-hari Pasar Modal dengan tujuan mewujudkan terciptanya kegiatan Pasar Modal yang teratur , wajar , efisien , serta melindungi kepentingan masyarakat pemodal.

Fungsi pasar modal:

  1. Sebagai Sarana Penambah Modal Bagi Usaha

Perusahaan dapat memperoleh dana dengan cara menjual saham ke Pasar Modal. Saham ini akan dibeli oleh masyarakat umum , perusahaan-perusahaan lain , lembaga atau oleh pemerintah.

  1. Sebagai Sarana Pemerataan Pendapatan

Setelah jangka waktu tertentu , saham-saham yang telah dibeli akan memberikan deviden ( bagian dari keuntungan perusahaan ) kepada para pembelinya ( pemiliknya ). Oleh karena itu , penjualan saham melalui Pasar Modal dapat dianggap sebagi sarana pemerataan pendapatan.

  1. Sebagai Sarana Peningkatan Pendapatan Negara

Setiap deviden yang dibagikan kepada para pemegang saham akan dikenakan pajak oleh pemerintah. Adanya tambahan pemasukan melalui pajak ini akan meningkatkan pendapatan Negara.

  1. Sebagai Indikatot Perekonomian Negara

Aktivitas dan volume penjualan / pembelian di Pasar Modal yang semakin menigkat ( padat ) memberi indikasi bahwa aktivitas bisnis berbagai perusahaan berjalan dengan baik , begitu pula sebaliknya.

D. Instrumen Pasar Modal

Dalam pasar modal konvensional, instrument yang diperdagangkan adalah surat-surat berharga (securities) seperti:

a. Saham

Saham adalah penyertaan dalam modal dasar suatu perseroan terbatas, sebagai tanda bukti penyertaan tersebut dikeluarkan surat saham/surat kolektif kepada pemilik yaitu pemegang saham. Sehingga seseorang yang memiliki saham perusahaan tertentu, maka ia adalah juga salah satu dari pemilik perusahaan tersebut.[2]

b. Obligasi

Obligasi (Surat Hutang Jangka Panjang) merupakan sumber dana jangka panjang. Jadi, sertifikat obligasi merupakan suatu surat oengakuan hutang atas pinjaman yang diterima oleh perusahaan atau penerbit obligasi dari pemodal. Jangka waktu (maturity) obligasi telah ditentukan umumnya 5-10 tahun) dan disertai dengan pemberian imbalan bunga yang jumlah dan saat pembayarannya juga telah ditetapkan dalam perjanjian Perwaliamatan.[3]

Ada empat ketentuan dasar yang menjadi daya tarik utama obligasi yakni :

  1. Obligasi membayar serangkaian bunga dalam jumlah tertentu secara regular. Karena itu, obligasi kerap disebut sebagai sekuritas pendapatan tetap atau fixed income securities.
  2. Emiten akan membayar kembali pinjaman tersebut seutuhnya dan tepat waktu pada saat jatuh tempo, sehingga obligasi terlihat kurang beresiko (kecuali dalam hal emiten cidera janji) dibandingkan investasi yang bergantung kepada naik turunnya harga pasar (misalnya saham).
  3. Obligasi meiliki jatuh tempo yang telah ditentukan yakni ketika obligasi habis masanya dan pinjaman harus dibayar penuh pada nilai nominal. Pembayaran suku bunga obligasi juga sudah ditetapkan ketika obligasi diemisikan.
  4. Tingkat bunga obligasi kompetitif, dalam artian obligasi membayar tingkat suku bunga yang dapat  dibandingkan dengan apa yang didapatkan pemodal di tempat lain. Apabila tidak demikian, maka obligasi tidak akan menarik peminat para pemodal.

c. Reksa Dana

Pengertian reksa dana dapat dipahamkan sebagai wadah penghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk diinvestasikan kembali dalam portofolio efek oleh manager investasi dan kemudian disimpan oleh bank custodian. Jadi, wadah ini berfungsi menghimpun dana dulu dan kemudian dana-dana tersebut digunakan untuk membeli portofolio efek.[4]

 

E. Unsur-Unsur Pasar Modal dan Pengaturannya

Dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi antara investor dengan emiten (pengguna dana) maka kegiatan pasar modal berlangsung disuatu tempat bernama bursa efek, untuk dapat berinvestasi di pasar modal ada beberapa tahapan yang merupakan bagian mekanisme procedural yang telah ditetapkan untuk mendukung terjadinya transaksi. Adapun Pelaku pasar Modal antara lain :

 

  1. Pelaku pasar modal (Pihak-Pihak Yang Terkait Dalam Pasar Modal)
    1. Menteri Keuangan

Merupakan lembaga pemerintahan yang berwenang untuk menetukan kebijakan terkait lembaga keuangan yang berada dibawah departementnya. Kebijakan tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh Bapepam yang memeiliki otoritas di Pasar Modal.[5]

  1. Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam)

pelaksana tugas di bidang pembinaan, pengaturan, dan pengawasan pasar modal serta perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang Lembaga Keuangan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan. Pembinaan, pengaturan, dan pengawasan tersebut dilaksanakan oleh Bapepam-LK bertujuan untuk mewujudkan terciptanya kegiatan pasar modal yang teratur, wajar, dan efisien serta melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat.

Merupakan suatu lembaga pemerintahan yang memiliki tugas mengawasi aktivitas Bursa Efek dan melakukan pembinaan terhdap pelaku bursa efek dan mengadakan pengaturan agar bursa efek dapat berjalan dengan baik.[6]

  1. Bursa Efek

Adalah pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan system dan atau sarana untuk memertenukan penawaran jual beli efek pihak-pihak lain denagn tujuan memperdagangkan efek diantara mereka.[7]

  1. Lembaga Kliring dan Penjamin

Merupakan lembaga/perusahaan yang mengelenggarakan jasa kliring dan penyelesaian transaksi Bursa.

  1. Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian

Merupakan Lembaga/ Perusahaan yang menyelenggarakan kegiatan custodian sebtral (tempat penyimpaanan) bagi Bank Kustodian, Perusahaan Efek.

  1. Kustodian

Pihak yang memberikan jasa penitipan efek dan harta lain yang berkaitan dengan efek serta jasa lain, termasuk menerima deviden, Bunga, menyelesaikan transaksi efek dan mewakili pemegang rekening yang menjadi nasabahnya.

  1. Investor

Merupakan pihak yang menempatakan kelebihan dananya (surplus of fund) untuk kegiatan investasi di sector usaha yang halal dan produktif. Investor berasal dari dalam dan luar negeri. Pada perusahaan go public investor pertama adalah pemegang saham sendiri dan investor kedua adalah pemegang saham melalui pembelian saham pada penawaran umum di pasar modal

  1. Perusahaan Efek

Merupakan pihak yang emlakukan kegiatan usaha sebagai penjamin emisi efek, perantara pedagang efek dan atau menager Investasi. Perusahaan efek mempunyai  peran sebagai pendukung aktivitas bursa dalam memperlancar perputaran dana dan informasi, mendukung system dan aktivitas bursa sebagai bagian dari pasar modal dan sebagai unit usaha, dan meningkatkan kegiatan investas pasar modal untuk menunjang kegiatan ekonomi nasional. Berfungsi sebagai perantara dalam aliran dana dan informasi antara investor dengan pemodal dan anatara pemodal dengan perusahan go public yang tercatatat di bursa (emiten).

 

  1. Penjamin Emisi

Berfungsi sebagai penjamin dalam penjualan efek yang diterbitkan oleh perusahaan go public. Penjamin  dituangakn dalam kontrak antara emiten dengan penjamin emisi efek. Ada empat macam bentuk penjaminan yaitu FullFirm Commitment ( penjamin menjamin seccara penuh atas penjualan efek dari perusahaan go public). Best Effort Commitment ( penjamin emisi dituntut untuk mengusahakan sebaik-baiknya dalam menjual efek agar semuanya laku). Standby Commitment (Jika sampai waktu yang ditentukan sahnm tidak laku maka penjamin emisi bersedia membeli efek yang tidak laku tersebut dengan harga dibawah harga penawaran umum). All or None Commitment (penjamin menjamin penjualan efek laku semua atau tidak sama sekali. Jika ada efek yang tidak dapat dijual maka semua efek dibatalkan dan dikembalikan kepada emiten.

  1. Perantara pedagang efek

Adalah perusahan/perorangan yang melakukan kegiatan usaha jual/beli efek untuk kepentingan sendiri atau pihal lain.

  1. Pedagang Efek

Adalah pedangan efek yang memperjualbelikan efek dan juga memebri informasi kepada kliennya selain dapart membeli efek atas namanya sendiri.

  1. Perusahaan Pengelola Dana

Merupakan perusahaan yang beroperasi di pasar modal dengan mengelola modal yang berasal dari investor.

  1. Manager Investasi

Adalah perusahaan/[erorangan yang telah memperoleh ijin dari Bapepam untuk mengelola portofolio efek untuk para investor/nasabah baik secara peroranagn atau kolektif.

  1. Biro Administrasi Efek

Adalah Lembaga/Perusahaan yang berdasarkan kontrak (perjanjian) dengan emiten melaksanakan pencatatam pemilikan efek dan pembagian hak yang berkaitan dengan efek.

  1. Wali Amanat

Adalah lembaga perusahaan/perusahaan yang mewakili kepentingan pemegang efek yang bersifat utang. Mempunyai tanggug jawab tentang efek yang diwaliamanatkan sehingga wali amanat wajib memberikan ganti rugi kepada pemegang efek bersifat utang atas kerugian karena kelayakan dalam melaksanakan tugas sebagai wali amanat.

  1. Penasehat Investasi

Adalah perusahaan yang memberikan nasihat kepada pihak lain mengenai penjualan atau pembelian efek dengan memperoleh imbal jasa atau berperan sebagai konsultan.

  1. Emiten

Merupakan perusahaan yang menawarkan efeknya kepada masyarakat melalui penawaran Umum (Pasar Persada). Penawaran umum adalah kegiatan oenawaran saham atau efek lainnya yang dilakuakn oleh emiten  untuk menjual sahamatau efek lainnya kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang telah iataur dalam UU Pasar Modal dan Peraturan Pelaksanaanya.

  1. Reksa Dana

Adalah wadah untuk menghimpun dana dari masyarakat yang berminat melakukan investasi di pasar modal, dana yang terkumpul diinvestasikan dalam bentuk portofolio efek oleh manager investasi. Portofolio efek tedirti dari saham, obligasi, deposito dan valuta asing yang diwujudkan dalam bentuk sertfikat.

  1. Akuntan

Melakukan kegiatan memberikan pendapat atas kewajaran laporan keuanagn perusahaan yag akan go public, melakuan pemerikasaan laporan keuangan yang dibuat perusahaan sendiri.

  1. Konsultan Hukum

Memberikan pendapat berdasarkan aspek hukum mengenai segala kewajiban yang mengikat perusahaan yang akan go public.

  1. Penilai

Lembaga/perusahaan yang kegiatannya melakuan penilaian atas kekayaan yang dimiliki perusahaam yang akan go public.

  1. Penanggung (Gurator)

Adalah pemberi jasa berupa jaminan kepada pihak lain yang mmebutuhkan kepercayaan dan yang memberikan kepercayaan. Posisi penanggung dalam hal ini diantaara dua kepentingan bagi pemodal, penanggung merupakan lembaga penjamin bahwa perusahaan yang mengeluarkan efek (emiten) akan bersedia membayar hak yang seharusnya ia terima pada masa yang akan datang. Penaggung diperlukan dalam proses emisi efek dalam bentuk obligasi. Pihak yang melaksanakan penanggungan ini biasanya dari perbankan dan lembaga keuangan lain yang mendapat ijin dari menteri keuanagn.

  1. Notaris

Agar segala sesuatu yang diputuskan oleh perusahaan go public agar berkekuatan hokum maka diperlukan notaris, terutama dalam Rapat Umum Pemegang Saham.[8]

 

F. Pasar Modal dalam Perspektif Ekonomi Syariah

Beberapa pendapat mengenai hukum pasar modal yaitu dengan mempertimbangkan tiga aspek, yaitu barang dan jasa yang diperdagangkan, mekanisme yang digunakan dan pelaku pasar. Selama ini yang terjadi di pasar modal, barang dan jasa yang diperdagangkan maupun pelaku pasar masih tercampur antara yang halal dan haram, begitupula mekanisme yang ada masih menimbulkan sikap spekulasi dari para investor. Selain itu, transaksi yang terjadi sering mengandung gharar yang menimbulkan penipuan. Demikian juga dengan transaksi atas barang yang belum dimiliki (short selling), menjual sesuatu yang belum jelas, dan menyebarkan informasi yang menyesatkan atau memakai informasi orang untuk memperoleh keuntungan transaksi yang dilarang.

Oleh karena itu, untuk menghindari hal-hal diatas, maka konsep pasar modal dalam ekonomi islam harus hati-hati atau selektif. Mekanismenya juga harus dapat menghindari perilaku-perilaku yang dilarang Islam. Berikut ini adalah hal-hal yang harus ada di pasar modal agar sesuai dengan nilai-nilai Islam.

Pertama, Perusahaan-perusahaan yang listing di Bursa Efek haruslah perusahaan yang memproduksi barang-barang yang halal. Hal ini dikarenakan sesuatu yang menjadi sarana dalam keharaman, maka hukumnya akan menjadi haram sesuai kaidah usul:

الوَسِيْلَةُ إِلَى الْحَرَامِ مُحَرَّمَةٌ

“Sarana yang bisa mengantarkan pada keharaman, maka hukumnya juga haram.”

Kedua, Penentuan harga saham yang diperdagangkan harus sesuai nilai aset yang ada diperusahaan, atau dengan kata lain harga terjadi bukan karena ekspektasi investor melainkan dari internal perusahaan. Dengan demikian, harga saham akan sesuai dengan nilai intrinsiknya. Harga saham akan mengalami peningkatan bilamana asset perusahaan mengalami peningkatan atau perusahaan mengalami peningkatan laba, dan sebaliknya harga saham akan mengalami penurunan bilamana asset perusahaan mengalami penurunan atau perusahaan mengalami kerugian. Hal ini harus didukung sikap kejujuran dari perusahaan yang dapat diwujudkan melalui akuntabilitas perusahaan dalam menyampaikan laporannya. Dengan demikian, hal ini diharapkan dapat meminimalisir sikap spekulan para investor.

Ketiga, Adanya akad dalam penanaman modal dari berbagai pihak yang terlibat dalam transaksi. Sehingga, pemilik saham tidak dapat menjual sahamnya kepada pihak lain sebelum melalui persetujuan pihak perusahaan karena perusahaan sejatinya sebagai penerbit saham masih mempunyai hak kepemilikan akan saham tersebut.

Keempat, Niat para pelaku di pasar modal harus benar-benar ingin menyalurkan dananya untuk hal-hal yang produktif yaitu digunakan perusahaan-perusahaan untuk meningkatkan produktifitasnya. Sehingga, dana yang ada akan benar-benar tersalurkan di sektor riil yang dapat membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

  1. Pasar Modal Syariah di Indonesia
    Penetapan harga saham di pasar modal syariah berbeda dengan pasar konvensional. Pada pasar modal konvensional, harga saham ditentukan berdasarkan market value. Sedangkan harga saham di pasar modal syariah didasarkan pada nilai intrinsik yang diperoleh dengan cara
    Harga Saham = (modal+profit-kerugian+akumulasi keuntungan + akumulasi kerugian)/Jumlah lembar saham
    Kepastian ini membuat praktik perdagangan saham yang seperti “penggorengan nilai saham” adalah sesuatu yang tidak diterima dalam perdagangan saham menurut Islam.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

 

A. Kesimpulan
Jadi, kesimpulan yang dapat kita ambil tentang pasar modal adalah:

Pasar Modal, sesuai UU Pasar Modal Nomor 8 Tahun 1995 diartikan sebagai “kegiatan yang berhubungan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan public yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek”.

Struktur Pasar Modal di Indonesia tertinggi berada pada Menteri Keuangan menunjuk BAPEPAM merupakan lembaga pemerintah yang bertugas untuk melakukan pembinaan , pengaturan , dan pengawasan sehari-hari Pasar Modal dengan tujuan mewujudkan terciptanya kegiatan Pasar Modal yang teratur , wajar , efisien , serta melindungi kepentingan masyarakat pemodal.

Instrumen pasar modal terdiri dari:

  1. Saham
  2. Obligasi
  3. reksadana
    1. Pada dasarnya perdagangan saham adalah sesuatu yang diperbolehkan sepanjang tidak da seuatu yang membuatnya diharamkan.
    2. Berdirinya pasar modal syariah merupakan wadah bagi perusahaan yang dianggap sesuai syariah untuk berkumpul dan kemudian menjualnya ke investor. 
    3. Di Indonesia sendiri, pasar modal syariah masih merupakan rancangan panjang, yang lebih bersifat bottom up, dimana pembentukannya dimulai dari instrumen-instrumen awal, salah satunya benchmark saham-saham syariah.

 

 

Daftar Pustaka

Hariyani, Iswi dan Serfianto, Buku Pintar Hukum Bisnis Pasar Modal. Visimedia, Jakarta:2010

Sumantoro, Pengantar tentang Pasar Modal di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1990

Anwar, Jusuf. Pasar Modal sebagai Sarana Pembiayaan dan Investasi,PT. Alumni, Bandung, 2005

Pramono, Nindyo. sertifikasi Saham P.T. Go Public dan Hukum Pasar Modal di Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997

Burhanuddin. Susanto, Pasar Modal Syariah Tinjauan Hukum, Yogyakarta : UII Press, 2009

Subagyo, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya, Yogyakarta : Bagian Penertbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN, 2005

Susanto, Pasar Modal Syariah Tinjauan Hukum

Subagyo, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya


[1] Iswi Hariyani dan Serfianto, Buku Pintar Hukum Bisnis Pasar Modal. Visimedia, Jakarta 2010  hlm. 7

[2]Sumantoro, Pengantar tentang Pasar Modal di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1990, hlm.10

[3] Jusuf Anwar, Pasar Modal sebagai Sarana Pembiayaan dan Investasi,PT. Alumni, Bandung, 2005, hal. 97

[4] Nindyo Pramono, sertifikasi Saham P.T. Go Public dan Hukum Pasar Modal di Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997, hlm. 230

5     Burhanuddin. Susanto, Pasar Modal Syariah Tinjauan Hukum, (Yogyakarta : UII Press, 2009) 17-18

6     Subagyo, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Yogyakarta : Bagian Penertbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN, 2005) 192

7     Susanto, Pasar Modal Syariah Tinjauan Hukum, 24

8    Subagyo, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya, 192-201

proses beracara di PTUN

BAGAN PROSES BERPERKARA di PTUN

Untuk Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah
Hukum Administrasi Negara

Dosen pengampu
Imam Sukadi.,SH.MH

Penyusun :
Abdul Rouf 11220080

JURUSAN HUKUM BISNIS SYARI’AH
FAKULTAS SYARI’AH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2013 

A. PENJELASAN
Untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) ada prosedur-prosedur yang harus dijalani, yaitu :
a) Pihak dari penggugat datang ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dengan membawa :
• Surat gugatan.
• Apabila dikuasakan membawa Surat Kuasa Khusus dari Penggugat kepada Kuasanya dengan Fotocopy Kartu Anggota Advokat kuasa hukum yang bersangkutan.
• Fotocopy Keputusan Tata Usaha Negara yang menjadi objek sengketa, kecuali apabila obyek sengketa berupa Keputusan fiktif-negatif atau apabila obyek sengketa tidak dikuasai oleh Penggugat.
b) Di PTUN Pihak berperkara (Penggugat) menghadap petugas Meja Pertama dan menyerahkan surat-surat tersebut.
c) Petugas Meja Pertama memeriksa kelengkapan berkas dengan menggunakan daftar periksa (check list) dan meneruskan berkas yang telah selesai diperiksa kelengkapannya kepada Panitera Muda Perkara untuk menyatakan berkas telah lengkap atau tidak lengkap.
d) Panitera Muda Perkara meneliti berkas:
• APABILA BERKAS BELUM LENGKAP : Panitera Muda Perkara mengembalikan berkas yang dengan melampirkan daftar periksa supaya Penggugat dapat melengkapi kekurangannya.
• APABILA SUDAH LENGKAP : Dikembalikan kepada Petugas Meja Pertama menyerahkan kembali surat gugatan kepada pihak berperkara disertai dengan Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) dalam rangkap 3 (tiga ) agar membayar Panjar Biaya Perkara.
e) Pihak berperkara setelah menerima SKUM menuju Bank yang ditunjuk untuk mengisi slip penyetoran panjar biaya perkara. Pengisian data dalam slip Bank tersebut sesuai dengan SKUM seperti nomor urut dan besarnya biaya penyetoran. Kemudian pihak berperkara menyerahkan slip bank yang telah diisi dan menyetorkan uang sebesar yang tertera dalam slip bank tersebut.
f) Setelah Pihak berperkara menerima slip bank yang telah divalidasi dari petugas layanan bank, pihak berperkara menunjukkan slip bank tersebut dan menyerahkan SKUM kepada pemegang kas.
g) Pemegang kas setelah meneliti slip bank,S kemudian memberi tanda lunas dalam SKUM dan menyerahkan kembali kepada pihak berperkara asli dan tindasan pertama SKUM serta surat gugatan.
h) Pihak berperkara menyerahkan kepada Petugas Meja Pertama surat gugatan serta tindasan pertama Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM).
i) Petugas Meja Kedua mendaftar/mencatat surat gugatan dalam register bersangkutan serta memberi nomor register pada surat gugatan yang diambil dari nomor pendaftaran yang diberikan oleh pemegang kas.
j) Petugas Meja Pertama menyerahkan kembali 1 (satu) rangkap surat gugatan yang telah diberi nomor register kepada pihak berperkara.
k) Pihak-pihak berperkara akan dipanggil melalui surat tercatat menghadap ke pengadilan untuk : Dismissal Proses/Pemeriksaan Persiapan/Persidangan.

A. PROSES DISMISSAL
Setelah Penelitian Administrasi, Ketua melakukan proses dismissal,berupa prosses untuk meneliti apakah gugatan yang diajukan penggugat layak dilanjutkan atau tidak. Pemeriksaan Disimissal, dilakukan secara singkat dalam rapat permusyawaratan oleh ketua dan ketua dapat menunjuk seorang hakim sebagai reporteur (raportir). Dalam Prosedur Dismissal Ketua Pengadilan berwenang memanggil dan mendengar keterangan para pihak sebelum menentukan penetapan disimisal apabila dipandang perlu. Ketua Pengadilan berwenang memutuskan dengan suatu penetapan yang dilengkapi dengan pertimbangan-pertimbangan bahwa gugatan yang diajukan itu dinyatakan tidak diterima atau tidak berdasar,dalam hal :
1) Pokok gugatan tersebut nyata-nyata tidak termasuk dalam wewenang Pengadilan.
2) Syarat-syarat gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 tidak dipenuhi oleh penggugat sekalipun ia telah diberitahu dan diperingatkan.
3) Gugatan tersebut tidak didasarkan pada alasan-alasan yang layak.
4) Apa yang dituntut dalam gugatan sebenarnya sudah terpenuhi oleh Keputusan TUN yang digugat.
5) Gugatan diajukan sebelum waktunya atau telah lewat waktunya. Dalam hal adanya petitum gugatan yang nyata-nyata tidakdapat dikabulkan, maka kemungkinan ditetapkan dismissal terhadap bagian petitum gugatan tersebut. Penetapan Dismissal di tanda tangani oleh ketua dan panitera/wakil panitera (wakil ketua dapat pula menanda tangani penetapan dismissal dalam hal ketua berhalangan). Penetapan Ketua Pengadilan tentang dismissal proses yang berisi gugatan penggugat tidak diterima atau tidak berdasar, diucapkan dalam rapat permusyawaratan sebelum hari persidangan ditentukan terlebih dahulu memanggil keduabelah pihak untuk didengar keterangannya. Berdasarkan Surat MARI No.222/Td.TUN/X/1993 tanggal 14 Oktober 1993 Perihal : Juklak bahwa agar ketua pengadilan tidak terlalu mudah menggunakan Pasal 62 tersebut kecuali mengenai Pasal 62 ayat 1 huruf :
a. Pokok gugatan tersebut nyata-nyata tidak termasuk dalam wewenang pengadilan. Pengertian “pokok gugatan” ialah fakta yang dijadikan dasar gugatan atas dasar fakta tersebut penggugat mendalilkan adanya suatu hubungan hukum tertentu dan oleh karenanya mengajukan tuntutannya. (Penjelasan Pasal 62 ayat 1 huruf a UU No5 Tahun 1986).
b. Gugatan diajukan sebelum waktunya atau telah lewat waktunya.Terhadap penetapan dismissal dapat diajukan perlawanan kepada Pengadilan dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari setelah diucapkan. Proses perlawanan dilakukan secara singkat, serta setidak-tidaknya Penggugat/Pelawan maupun Tergugat/Terlawan didengar dalam persidangan tersebut.

B. PEMERIKSAAN PERSIAPAN
Sebelum pemeriksaan pokok sengketa dimulai, Hakim wajib mengadakan pemeriksaan persiapan untuk melengkapi gugatan yang kurang jelas. Tujuan pemeriksaan persiapan adalah untuk mematangkan perkara. Segala sesuatu yang akan dilakukan dari jalan pemeriksaan tersebut diserahkan kearifan dan kebijaksanaan ketua majelis. Oleh karena itu dalam pemeriksaan persiapan memanggil penggugat untuk menyempurnakan gugatan dan atau tergugat untuk dimintai keterangan/penjelasan tentang keputusan yang digugat, tidak selalu harus didengarsecara terpisah. Pemeriksaan persiapan dilakukan di ruangan musyawarah dalam sidang tertutup untuk umum, tidak harus di ruangan sidang, bahkan dapat pula dilakukan di dalam kamar kerja hakim tanpatoga. Pemeriksaan persiapan dapat pula dilakukan oleh hakim anggota yang ditunjuk oleh ketua majelis sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh ketua majelis.
Dalam pemeriksaan persiapan sesuai dengan ketentuan Pasal 63 UU No. 5 Tahun 1986 dan Surat Edaran (SEMANo. 2 Tahun1991) serta Juklak MARI (Juklak MARI No.052/Td.TUN/III/1992 tanggal 24 Maret 1992), (Surat MARI No. 223/Td.TUN/ X/ 1993 tanggal 14-10-1993 tentang Juklak), (Surat MARI No. 224 /Td.TUN/X/1993 tanggal 14-10-1993 tentang Juklak). Majelis Hakim berwenang untuk :
• Wajib memberi nasehat kepada penggugat untuk memperbaiki gugatandan melengkapi dengan data yang diperlukan dalam jangka waktu tigapuluh hari.
• Dapat meminta penjelasan kepada Badan atau Pejabat TUN yang bersangkutan, demi lengkapnya data yang diperlukan untuk gugatan itu. Wewenang Hakim ini untuk mengimbangi dan mengatasi kesulitan seseorang sebagai Penggugat dalam mendapatkan informasi atau datayang diperlukan dari Badan atau Pejabat TUN mengingat bahwa penggugat dan Badan atau Pejabat TUN kedudukannya tidak sama.Dapat pula melakukan acara mendengarkan keterangan-keterangandari Pejabat TUN lainnya atau mendengarkan keterangan siapa sajayang dipandang perlu oleh hakim serta mengumpulkan surat-suratyang dianggap perlu oleh hakim.
• Dalam kenyataan Keputusan TUN yang hendak disengketakan itumungkin tidak ada dalam tangan penggugat. Dalam hal keputusan ituada padanya, maka untuk kepentingan pembuktian ia seharusnya melampirkannya pada gugatan yang ia ajukan. Tetapi apabila penggugat yang tidak memiliki Keputusan TUN yang bersangkutan tentu tidak mungkin melampirkan pada gugatan terhadap keputusan yang hendak di sengketakan itu. Untuk itu, Hakim dapat meminta kepada Badan/Pejabat TUN yang bersangkutan untuk mengirimkan kepada Pengadilan Keputusan TUN yang sedang disengketakan itu. Dengan kata “sedapat mungkin” tersebut ditampung semua kemungkinan, termasuk apabila tidak ada keputusan yang dikeluarkanmenurut ketentuan Pasal 3 UU No. 5 Tahun 1986.
• Pemeriksaan persiapan terutama dilakukan untuk menerima bukti-bukti dan surat-surat yang berkaitan. Dalam hal adanya tanggapan dari Tergugat, tidak dapat diartikan sebagai replik dan duplik. Bahwa untuk itu harus dibuat berita acara pemeriksaan persiapan.
• Mencabut “Penetapan Ketua PTUN tentang penundaan pelaksanaan Keputusan TUN” apabila ternyata tidak diperlukan.
• Dalam tahap pemeriksaan persiapan juga dapat dilakukan pemeriksaan setempat. Majelis Hakim dalam melakukan pemeriksaan setempat tidak selalu harus dilaksanakan lengkap, cukup oleh salah seorang anggota yang khusus ditugaskan untuk melakukan pemeriksaan setempat. Penugasan tersebut dituangkan dalam bentuk penetapan. Kalau gugatan dari Penggugat dinilai oleh Hakim sudah sempurna maka tidak perlu diadakan perbaikan gugatan.
• Majelis Hakim juga harus menyarankan kepada penggugat untukmemperbaiki petitum gugatan yang sesuai dengan maksud ketentuan Pasal 53 tentang petitum gugatan dan dalam Pasal 97 ayat 7 tentang putusan pengadilan, maka untuk keseragaman bunyi amar putusan adalah sebagai berikut :
1. Mengabulkan gugatan penggugat.
2. Menyatakan batal keputusan TUN yang disengketakan.

C. Persidangan
Dalam pemeriksaan persidangan ada dengan acara biasa dan acara cepat (Pasal 98 dan 99 UU No. 5 Tahun 1986 Jo UU No. 9 Tahun 2004). Ketua Majelis/Hakim memerintahkan panitera memanggil para pihak untuk pemeriksaan persidangan dengan surat tercatat. Jangka waktu antara pemanggilan dan hari sidang tidak boleh kurang dari enam hari, kecualidalam hal sengketa tersebut harus diperiksa dengan acara cepat. Panggilan terhadap pihak yang bersangkutan dianggap sah, apabila masing-masing telah menerima surat panggilan yang dikirim dengan surat tercatat. Surat panggilan kepada tergugat disertai sehelai salinan gugatan dengan pemberitahuan bahwa gugatan itu dapat dijawab dengan tertulis. Apabila dipandang perlu Hakim berwenang memerintahkan kedua belah pihak yang bersengketa datang menghadap sendiri ke persidangan, sekalipun sudah diwakili oleh seorang kuasa.
Berbeda dengan sistem hukum pembuktian dalam hukum acara Perdata, maka dengan memperhatikan segala sesuatu yang terjadi dalam pemeriksaan tanpa bergantung pada fakta dan hal yang diajukan oleh para pihak, Hakim Peratun dapat menentukan sendiri :
1. Apa yang harus dibuktikan.
2. Siapa yang harus dibebani pembuktian hal apa saja yang harus dibuktikan oleh hakim sendiri.
3. Alat bukti mana saja yang diutamakan untuk dipergunakan dalam pembuktian.
4. Kekuatan pembuktian bukti yang telah diajukan.

Alat bukti terdiri dari : Surat atau tulisan, Keterangan ahli, Keterangansaksi, Pengakuan para pihak, Pengetahuan hakim. Keadaan yang telahdiketahui oleh umum tidak perlu dibuktikan.

D. PUTUSAN
Setelah kedua belah pihak mengemukakan kesimpulan, maka Hakim Ketua Sidang menyatakan bahwa sidang ditunda untuk memberikan kesempatan kepada Majelis Hakim bermusyawarah dalam ruangan tertutup untuk mempertimbangkan segala sesuatu guna putusan sengketa tersebut. Putusan dalam musyawarah majelis yang dipimpin olehHakim Ketua Majelis merupakan hasil permufakatan bulat, kecuali setelah diusahakan dengan sungguh-sungguh tidak dapat dicapai permufakataan bulat, putusan diambil dengan suara terbanyak. Apabila musyawarah majelis tersebut tidak dapat menghasilkan putusan, permusyawaratan ditunda sampai musyawarah majelis berikutnya. Apabila dalam musyawarah majelis berikutnya tidak dapat diambil suara terbanyak, maka suara terakhir Hakim Ketua Majelis yang menentukan. Putusan Pengadilan dapat dijatuhkan pada hari itu juga dalam sidang yang terbuka untuk umum atau ditunda pada hari lain yang harus diberitahukan kepada kedua belah pihak. Putusan Pengadilan harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. Apabila salah satu pihak atau kedua belah pihak tidak hadir pada waktu putusan pengadilandiucapkan, atas perintah Hakim Ketua Sidang salinan putusan itu disampaikan dengan surat tercatat kepada yang bersangkutan.